Beranda

Navigation Menu

Selamatkan Bangsa dari Semburan Dusta!


Rakyat Indonesia tengah berpesta. Ya, sebentar lagi kita akan memilih Presiden dan Wakil Presiden yang akan menjadi nakhoda bangsa selama lima tahun ke depan. Sebuah helat akbar yang rutin dilakukan sejak era reformasi berkumandang.
Meski pilihan capres yang ditawarkan kali ini tidak berbeda dengan edisi sebelumnya, namun suasana Pilpres 2019 sudah menghangat jauh sebelum masa kampanye digelar. Jajaran public figure dalam negeri—mulai dari politisi, pengusaha, hingga artis ternama—berebut mempromosikan jagoannya. Alhasil, sahut-menyahut dan lempar-melempar pendapat kerap menghiasi layar kaca dan menjadi trending topic di jagat dunia maya.
Sebagai Republik yang menjunjung tinggi asas demokrasi, tentu hal ini sah-sah saja. Sebab setiap orang berhak menyatakan pendapatnya di muka publik. Dengan catatan, wajib dilakukan dalam koridor yang benar. Bukan asal-asalan dan jauh dari kata sembarangan.
Ide dan gagasan masing-masing paslon sejatinya memang patut dibabarkan. Visi dan misi harus tuntas diuraikan. Cita-cita dan program kerja pun mesti selesai dijerengkan. Supaya rakyat semakin cerdas dan yakin dengan pilihannya. Singkatnya, rakyat harus tahu betul siapa dan mengapa ia harus mencoblos pada 17 April 2019 mendatang.

Semburan Dusta

Sayang seribu sayang, pesta demokrasi yang seharusnya menjadi ajang pendewasaan publik, ternyata kerap dinodai oleh semburan dusta. Saling-silang fakta dan hoaks yang mengalir deras semakin terasa sumir untuk dibedakan. Celakanya, tidak sedikit yang menjadi korban bualan para penyembur dusta.
Bila tak percaya, mari kita tilik sajian data yang dirilis oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berikut. Menurutnya, ada sekitar 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi menyebarkan informasi palsu kepada publik.
Khusus terkait Pemilu mendatang, hingga Desember 2018 sudah ada 62 konten hoaks dari internet yang tertangkap oleh radar Kominfo. Alih-alih berkurang, jumlah konten hoaks malah semakin bertambah seiring mendekati hari pencoblosan.


Setali tiga uang, Direktur Informasi dan Komunikasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto menerangkan bahwa informasi hoaks telah memenuhi ruang publik di dunia maya. Dinukil dari Kompas.com, sebanyak 60 persen konten media sosial berisi hoaks. Artinya, lebih banyak tipu daya ketimbang fakta nyata yang berseliweran di tengah-tengah kita.
Media sosial yang seharusnya menjadi sarana pendidikan politik yang mudah diakses rakyat jelata, malah digunakan sebagai kran penyembur dusta. Laporan DailySocial.id bertajuk Hoax Distribution Through Digital Platform in Indonesia 2018 merinci jenis media sosialnya. Facebook (dipilih oleh 81,25% responden), Whatsapp (56,55%), dan Instagram (29,48%), menjadi tiga ladang paling subur untuk menebar benih kebohongan.
Yang lebih memilukan, ternyata sebagian besar rakyat Indonesia belum cerdas dalam mendeteksi hoaks. Sebanyak 44,19% responden mengaku tidak mampu mendeteksi hoaks, sedangkan 31% responden lainnya merasa kesulitan. Hanya 24,80% responden yang menyatakan mudah menemukan kebohongan dalam suguhan informasi yang dicernanya.

Mengancam Demokrasi

Maraknya kebohongan yang diumbar jelang Pilpres 2019 berdampak buruk bagi bangsa ini. Alih-alih menyatukan langkah kaki, ia malah membuat masyarakat semakin terpolarisasi.
Fanatisme berlebihan menjadi wabah penyakit baru yang harus dihadapi. Perbedaan pilihan capres acapkali berujung caci-mencaci. Alhasil, cita-cita terwujudnya Pemilu yang damai, berkualitas, dan bermartabat seakan jauh panggang dari api.
Bila mau jujur, tingginya suhu politik beberapa tahun ke belakang malah mengancam kualitas berdemokrasi itu sendiri. Hal ini terbukti dari melorotnya peringkat Democracy Index Indonesia yang dikeluarkan oleh The Economist Inteligence Unit.
Dalam rilis terbaru yang berjudul Democracy Index 2018: Me too?, lembaga riset multinasional tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke-65 dari 165 negara di dunia. Bila dibandingkan dengan Pilpres 2014, Indonesia turun sebanyak 16 peringkat. Artinya, nilai-nilai berdemokrasi rakyat Indonesia semakin terkikis seiring berjalannya waktu.


Melihat komponen penilaiannya, turunnya peringkat demokrasi Indonesia disebabkan oleh tiga faktor utama. Yakni kebebasan sipil (civil liberties), budaya politik (political culture), serta proses Pemilu dan keberagaman (electoral process and pluralism). Ini yang patut kita perhatikan tatkala ingin mendewasakan proses berdemokrasi.
Sebagaimana lazimnya kehidupan bernegara, suhu politik menjadi salah satu barometer pembangunan yang paling sahih. Saat tensi memanas, pembangunan nasional ikut-ikutan terhambat. Ketika dusta terus disemburkan, kerukunan bangsa yang menjadi taruhan. Tentu saja, kita tidak ingin hal ini terus berlanjut.
Oleh karenanya, ada satu pertanyaan yang harus segera dijawab. Apa yang harus kita lakukan untuk memerangi hoaks yang semakin merajalela?

Minum Teh Bersama

Jawaban atas pertanyaan tadi sebenarnya sudah ada sejak bangsa ini didirikan. Ia melekat dalam cengkeraman kaki Sang Burung Garuda. Ya, ia adalah semboyan negara kita: Bhinneka Tunggal Ika. Bila kita ingin memaknai arti “berbeda namun satu jua” dalam rangkaian Pilpres kali ini, maka ada tiga hal yang harus dilakukan untuk melawan semburan dusta.


Pertama, kita mesti pandai menahan diri. Api tak akan berkobar tanpa bantuan bahan bakar. Kebohongan akan meluas tatkala ada pihak—baik disengaja maupun tidak—yang ikut menyebarkan.
Cara melawan informasi palsu yang paling efektif adalah dengan menahan diri. Tak perlu latah ikut berkomentar atau membagikan ke berbagai akun media sosial. Terlebih lagi apabila kita masih ragu akan kebenaran informasi yang diterima. Cukuplah kiranya informasi tersebut berhenti di mata kita saja.
Kedua, cerdas dalam mencari fakta. Tanamkan ke dalam diri sendiri bahwa setiap informasi perlu dicek kebenarannya terlebih dahulu. Bila perlu, cari fakta sahih hingga sumbernya langsung. Jika hal itu tidak mungkin dilakukan, maka bacalah berita hanya dari media yang benar-benar terpercaya.
Dengan cara ini, maka inteligensia publik akan semakin terasah. Sifat kritis akan tumbuh, sehingga tidak mudah percaya dengan kebohongan yang terus disemburkan oleh para pendusta. Ingat, tanggung jawab ini bukan hanya melekat pada para awak media. Sebagai pemilik akun media sosial, kita juga harus cerdas mencari fakta.
Terakhir, bersikap santun. Berbagi informasi tentu tidak dilarang. Namun demikian, sampaikanlah fakta dengan cara yang santun pula. Tidak perlu ikut-ikutan politisi yang kerap memanas-manasi dengan lantunan puisi. Apalagi sampai harus mengaku benjol dipukuli, namun nyatanya bekas operasi. Jangan!
Kita juga mesti santun dalam menyadari, bahwa setiap orang bebas menentukan capresnya masing-masing. Ada yang memilih paslon nomor satu, ada pula yang menjagokan paslon nomor dua. Masing-masing boleh berpendapat, namun jangan sampai memaksakan kehendak.
Pemilu akan terasa menyedihkan bila warganya terus gontok-gontokan. Semburan dusta yang menjadi akar permasalahan harus segera dihentikan. Sebab esensi Pemilu sejatinya sangat sederhana: pilihan boleh berbeda, namun jangan sampai menghalangi kita untuk minum teh bersama. Setuju? []
***

Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Artikel/Opini yang diselenggarakan oleh KataIndonesia.com





Daftar Referensi
DailySocialid. 2018. Hoax Distribution Through Digital Platforms in Indonesia 2018, [daring] (https://dailysocial.id/report/post/hoax-distribution-through-digital-platformas-in-indonesia-2018, diakses tanggal 24 Februari 2019).
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. 2017. Ada 800.000 Situs Penyebar Hoax di Indonesia, [daring] (https://kominfo.go.id/content/detail/12008/ada-800000-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/0/sorotan_media, diakses tanggal 24 Februari 2019).
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. 2019. 62 Konten Hoaks Terkait Pileg dan Pilpres, [daring] (https://kominfo.go.id/content/detail/15820/siaran-pers-no-01hmkominfo012019-tentang-62-konten-hoaks-terkait-pileg-dan-pilpres/0/siaran_pers, diakses tanggal 24 Februari 2019).
Movanita, Ambaranie N.K. 2018. BIN: 60 Persen Konten Media Sosial adalah Informasi Hoaks, [daring] (https://nasional.kompas.com/read/2018/03/15/06475551/bin-60-persen-konten-media-sosial-adalah-informasi-hoaks, diakses tanggal 24 Februari 2019).
The Economist Inteligence Unit. 2019. Democracy Index 2018: Me too? Political Participation, Protest and Democracy. London: The Economist Inteligence Unit.

6 komentar:

Indonesia Tidak Syariah? Jangan Salah Kaprah!



Deru politik memang tidak bisa dipisahkan dari ihwal kebangsaan. Keduanya saling kunci-mengunci dan lekat-melekatkan. Sebab, suka atau tidak, politik memang menentukan fondasi dan arah kebijakan yang dijalankan oleh bangsa ini.
Puncaknya pun sudah bisa kita terka. Pilpres yang digelar saban lima tahun sekali, seakan menjadi kompas untuk menakdirkan titian bangsa. Singkatnya, mau dibawa ke mana nasib Nusantara?
Oleh karena itu, tidak heran apabila atensi warga seakan tersedot kuat ke dalam pusaran gempita setiap kali rangkaian Pilpres berlangsung. Silang pendapat dan adu argumen tidak bisa terelakkan. Tentu hal ini sah-sah saja. Sebab setiap orang pastilah ingin Pemimpin yang terbaik bagi bangsa ini.
Tensi boleh saja tinggi. Akan tetapi, otak dan hati harus tetap sejuk. Boleh memilih yang ini, tapi tetap menghargai yang itu. Boleh berpendapat, asalkan jangan memaksakan kehendak. Karena menentukan pilihan adalah hak asasi yang dijamin oleh konstitusi di Republik ini.

Dilema NKRI Bersyariah

Bicara mengenai konstitusi, ada yang menarik dari helat Pilpres kali ini. Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab tak henti-hentinya menyerukan “NKRI Bersyariah”. Konsep ini mulai ia lantangkan sejak aksi 212 tahun 2016 yang lalu. Jelang Pilpres 2019, NKRI Bersyariah kembali ia dengungkan ke telinga publik.
Lantas, apa itu NKRI Bersyariah? Dikutip dari CNN Indonesia, Rizieq menjelaskan bahwa NKRI Bersyariah adalah NKRI yang beragama, menjunjung persatuan dan musyawarah, serta melindungi semua agama agar bisa menjalankan ibadahnya masing-masing.
Sebagai warga negara, tentu Rizieq memiliki hak untuk bersuara. Ia pun bebas menentukan siapa Presiden pilihannya. Dengan catatan, semua dilakukan dalam koridor yang benar. Mengenai proposal NKRI Bersyariah, ia pun juga sudah menepis keras anggapan bahwa konsep yang diserukannya akan menggantikan kedudukan Pancasila.


Seperti Rizieq, konsultan politik dan tokoh media sosial ternama Denny Januar Ali juga tak mau ketinggalan. Lewat artikel bertajuk “NKRI Bersyariah atau Ruang Publik yang Manusiawi?”, pria yang akrab disapa Denny JA ini menguji proposal NKRI Bersyariah dengan dua indeks yang terukur: Islamicity Index milik Islamicity Foundation dan World Happiness Index besutan PBB.
Hasilnya cukup mengejutkan. Kedua ukuran tadi mengungkapkan bahwa negara barat justru lebih bersyariah ketimbang negara muslim. Alhasil, Denny menyimpulkan Pancasila merupakan jalan terbaik untuk menggapai ruang publik yang manusiawi, bukan NKRI Bersyariah milik Rizieq Shihab.


Sekali lagi, baik Rizieq maupun Denny, sama-sama berhak mengutarakan pendapatnya ke muka publik. Tentu hal ini harus kita hargai.
Namun demikian, ada dua pertanyaan mendasar yang perlu dijawab. Benarkah NKRI Bersyariah tidak diperlukan? Sebaliknya, apakah Pancasila tidak memberi ruang bagi nilai keislaman sehingga harus dipisahkan dengan konsep bersyariah?

Dua Argumen

Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya akan mengudar dua argumen. Supaya adil, saya sepakat dengan Denny, bahwa argumen ini haruslah memiliki ukuran yang jelas dan diakui oleh dunia. Tanpa berpanjang lebar, mari kita urai satu per satu.
Pertama, berbeda dari kesimpulan Denny, Islamicity Index justru membuktikan bahwa Indonesia semakin bersyariah. Meski bersumber dari publikasi yang sama, ada satu hal yang luput diumbar Denny dalam artikelnya, yakni tren posisi Indonesia itu sendiri.
Sepintas, Indonesia memang tidak bisa dibilang membanggakan karena posisinya selalu berada di luar 50 besar. Namun, coba kita bandingkan dengan tahun-tahun silam. Ternyata, posisi Indonesia terus melesat. Dari "hanya" peringkat ke-91 pada 2005, menjadi peringkat ke-74 pada 2017.


Bila dibandingkan dengan 38 negara muslim lainnya, kita justru patut berbangga. Sebab untuk pertama kalinya Indonesia berada dalam jajaran 10 besar. Tepatnya di peringkat ke-8, setelah Malaysia, Uni Emirat Arab, Albania, Qatar, Oman, Bahrain, dan Kuwait. Bahkan, Arab Saudi saja harus puas bertengger pada urutan ke-13.
Dari empat kriteria penilaian yang diusung Islamicity Index (ekonomi, pemerintahan, hak asasi manusia, dan hubungan internasional), ternyata faktor ekonomi dan pemerintahan yang menyebabkan peringkat Indonesia terus membaik.
Peringkat indeks ekonomi Indonesia saat ini berada pada urutan ke-69, atau naik 29 peringkat dibandingkan dengan tahun 2005. Begitu pula dengan indeks pemerintahan yang naik 31 peringkat menjadi urutan ke-75. Sedangkan kedua faktor lainnya cenderung stabil dan tidak banyak berubah.
Lesatan indeks ekonomi syariah tadi seakan mengonfirmasi laporan Global Islamic Finance Report 2017 yang dikeluarkan oleh Edbiz Consulting. Lembaga asal London itu menempatkan Indonesia pada peringkat ke-7 dari 48 negara dalam Islamic Finance Country Index.
Berbeda dengan Islamicity Index, 6 negara di atas kita seluruhnya merupakan negara muslim, yakni Malaysia, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Pakistan. Inggris merupakan negara non-muslim terbaik yang “hanya” menempati peringkat ke-17.


Berbagai ukuran tadi jelas membuktikan bahwa nilai-nilai syariah tengah berkembang pesat di Indonesia. Ibarat sepasang kekasih, Indonesia dan ekonomi syariah sedang diliputi asmara. Seiring sejalan dan saling padu padan. Sebab bila yang terjadi sebaliknya, mustahil peringkat Islamicity Index Indonesia bakal terus menjulang, bukan?
Kedua, nilai-nilai ekonomi syariah di Indonesia ternyata memberi dampak yang positif bagi kemajuan bangsa. Meskipun peringkat World Happiness Index kita berada di luar 50 besar, ternyata daya saing kita cukup membuat bangga.
The Global Competitiveness Report 2017/2018 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-36 dari 137 negara di dunia dalam urusan daya saing ekonomi. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, posisi kita naik 4 peringkat.
Artinya, keunggulan komparatif ekonomi Indonesia semakin baik. Jelas, ini hanya bisa terwujud apabila kualitas manusianya unggul. Tentu saja, keunggulan ini tidak lepas dari pengaruh nilai-nilai syariah yang dikandung oleh Bumi Pertiwi.



Jalan Tengah

Kedua argumen di atas sejatinya memberi jalan tengah untuk kita renungkan. Pertama, NKRI Bersyariah tidak diperlukan. Karena tanpa kehadirannya pun nilai-nilai syariah sudah berkembang dengan pesat di Tanah Air.
Lagipula, bukankah Pancasila dan UUD 1945 telah menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agama dan menjalankan syariat agamanya masing-masing? Saya kira, ini sudah menjawab cita-cita NKRI Bersyariah versi Rizieq Shihab.
Namun, jangan pula jadi salah kaprah dengan memisahkan Pancasila dengan nilai-nilai syariah. Karena sejatinya, keduanya tidak bisa dipisahkan. Bahkan tanpa disadari, mereka justru seiring sejalan.
Dua argumen yang saya urai telah membuktikan, bahwa Pancasila tidak anti terhadap nilai-nilai keislaman. Sebaliknya, Pancasila telah memberikan ruang yang besar bagi nilai-nilai syariah untuk berkembang.
Jadi, siapa bilang Indonesia tidak bersyariah?[]

***
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).



Daftar Referensi

Saputra, Ramadhan Rizki. 2017. Rizieq Dorong Konsep NKRI Bersyariah di Reuni Alumni 212, [daring] (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171202080637-20-259615/rizieq-dorong-konsep-nkri-bersyariah-di-reuni-alumni-212, diakses tanggal 15 Februari 2019).
Ali, Denny Januar. 2018. NKRI Bersyariah Atau Ruang Publik Yang Manusiawi? [daring] (https://pwi.or.id/index.php/berita-pwi/1117-nkri-bersyariah-atau-ruang-publik-yang-manusiawi, diakses tanggal 10 Februari 2019).
Islamicity Foundation. 2018. Islamicity Rankings 2017. [daring] (http://islamicity-index.org/wp/wp-content/uploads/2018/06/Islamicity-Indices-2017.pdf, diakses tanggal 15 Februari 2019).
Helliwell, J., Layard, R., & Sachs, J. (2018). World Happiness Report 2018, New York: Sustainable Development Solutions Network.
Edbiz Consulting. 2018. Global Islamic Finance Report 2017. London: Edbiz Consulting.
World Economic Forum. 2018. The Global Competitiveness Report 2017/2018. Geneva: World Economic Forum.

7 komentar:

Antara Aku, Kopi, dan Ralali


“Udeh pada ngopi, belom? Ngopi dulu ngapa!”
Suara lantang dari seorang senior di kantor mengejutkanku pagi itu. Ia menyodorkan segelas Cappuccino Latte yang baru saja dibeli lewat aplikasi di ponselnya kepadaku. Aromanya memikat, rasanya juga nikmat. Kantuk di mata pun lekas minggat.
Ya. Pagi dan kopi. Perpaduan yang sempurna untuk memulai hari. Sejak pindah ke Jakarta, aku jadi terbiasa menyeruput kopi di pagi hari. Awalnya, sih, ikut-ikutan saja. Alasannya biar cepat akrab dengan rekan kerja yang baru. Maklum, sebagian besar rekan kerjaku di kantor memang penggemar berat kopi.
Namun, lama-kelamaan ngopi menjadi hobi. Kalau tidak Double Americano, ya, Cappucino Latte tadi. Entah mengapa, rasa penat mengawali hari menjadi sirna setelah minum kopi. Apalagi kalau sambil ngobrol di kantin. Terkadang bisa lupa waktu untuk kembali ke meja kerja. Jangan kalian tiru, ya!
Bagiku, cukup segelas per hari. Tidak kurang, tidak lebih. Akan tetapi, tidak demikian bagi Jojo, salah seorang rekan kerjaku di kantor. Layaknya obat, ia mengaku bisa menghabiskan tiga gelas per hari. Pagi, siang, dan sore menjelang waktu pulang. Bahkan tatkala akhir pekan, ia tidak pernah absen berburu kedai kopi di Jakarta.

Kebiasaan Jojo memang tepat. Selain nikmat, minum kopi juga ternyata memiliki segudang manfaat. Seperti dilansir IDN Times, setidaknya ada 6 kebaikan yang bisa kalian dapatkan ketika rutin minum kopi.
·          Anti Kantuk
Sudah menjadi stigma bahwa kopi membuat melek mata. Faktanya memang demikian. Sebab zat kafein yang terkandung di dalam kopi bisa merangsang aktivitas sistem sarat pusat, sehingga membuat kalian terjaga hingga pagi.
·          Sumber Antioksidan
Seperti yang kita ketahui, zat antioksidan sangat baik untuk menetralisir racun di dalam tubuh. Nah, kandungan antioksidan segelas kopi ternyata setara dengan tiga buah jeruk. Oleh karena itu, minum kopi secara rutin membuat tubuh kalian lebih sehat.
·          Tangkis Stress
Menghirup aroma kopi membuat pikiran tenang. Sebab aroma kopi dapat meningkatkan zat serotonin di dalam tubuh. Penat minggat, stress pun hilang tak berbekas.
·          Metabolisme Tubuh Terjaga
Selain anti kantuk, kafein di dalam kopi juga mampu melepaskan lemak di dalam tubuh. Alhasil, metabolisme tubuh lebih terjaga. Makanya, secangkir kopi tanpa gulu setiap hari baik bagi kalian yang sedang diet.
·          Pintar
Sebuah penelitian di Harvard University membuktikan bahwa orang yang mengonsumsi kopi akan lebih mudah menyimpan memori. Karenanya, minum kopi bisa membuat otak encer dan pintar.
·          Umur Panjang
Publikasi Annals of Internal Medicine mengungkapkan bahwa orang yang minum 2—4 gelas kopi setiap hari memiliki 18 persen kemungkinan meninggal lebih rendah dibandingkan orang yang tidak minum kopi. Ini disebabkan karena kebiasaan minum kopi setiap hari membuat tubuh lebih sehat.

Kalau boleh jujur, popularitas kopi memang meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Ini disebabkan oleh budaya minum kopi yang menjadi gaya hidup semua kalangan, terutama kaum milenial. Buktinya, kedai kopi kekinian tumbuh subur di berbagai kota besar di Indonesia.
Bila tak percaya, tengok saja lewat Instagram. Banyak variasi minuman kopi kekinian yang semakin mencuri perhatian generasi muda. Mulai dari @district7.coffee, @sehidupsekopi, @klinikkopi, @thfcoffee, @senimancoffe, @kopip3dia, hingga @ottencoffe. Selain bisa dinikmati di tempat, kopi mereka juga bisa dipesan secara on-line. Cocok untuk karyawan kantoran sepertiku yang tidak punya banyak waktu untuk keluar kantor.
Manisnya bisnis kopi memang sangat menjanjikan. Modalnya juga relatif tidak besar. Yayank S. Sahara, misalnya. Ia membuka kedai kopi Coffeezone dengan modal Rp6 juta saja. Berkat kejeliannya dalam memasarkan kopi, ia kemudian mendapat banyak pelanggan setia. Meski ‘hanya’ bertempat di Gelanggang Olahraga Sidoarjo Jawa Timur, cita rasa kopi buatannya tak kalah dengan buatan mall.
Lambat laun, bisnisnya semakin berkibar. Kini, omzetnya telah menyentuh angka Rp90 juta per bulan. Ia pun membuka peluang investasi bagi investor melalui sistem kemitraan waralaba. Satu kedainya dibanderol dengan harga Rp50 juta hingga Rp75 juta. Menggiurkan, bukan?
Yang menarik, sebelum Yayank terjun ke dunia bisnis, ia adalah seorang pegawai kantoran, sama sepertiku. Kisah suksesnya menjadi inspirasi untuk banyak orang yang ingin memulai bisnis. Sebab, setiap orang bisa dan memiliki peluang yang sama. Tentu saja, asalkan mau berusaha. Diam-diam, aku pun merencanakan hal yang sama.
Ya, pada tahun 2019 ini, aku berencana memulai bisnis kopi kekinian. Namanya sudah terbayang dalam benak: “Kopi Nodi”. Desain logonya sudah siap. Motonya pun jelas: “Karena Aku dan Kamu Butuh Kopi”. Mimpi besarnya, tentu saja memiliki banyak gerai di seluruh Indonesia, laris di pasaran, dan menjadi pilihan kalian!
Sebagai langkah pertama aku akan memasarkan Kopi Nodi melalui media sosial. Bila peminatnya banyak, tentu aku akan membuka kedai kopi pada saat yang tepat. Siapa pula yang tidak tertarik menambah pundi-pundi?
Syukur-syukur bila bisnisku nanti bisa berkembang dan menjadi sumber penghasilan yang utama. Resign dari kantor bukanlah hal yang mustahil dilakukan. Makanya, pelan-pelan aku mulai menabung untuk mewujudkan resolusi Bisnis di Tahun 2019.
Nah, untuk menggapai itu semua, ada tiga langkah awal yang akan kulakukan.
·          Belajar Meracik Kopi
Nikmat butuh takaran yang tepat. Begitu pula dengan kopi. Untuk menghasilkan kopi yang nikmat dan laku di pasaran, aku akan belajar melalui ahlinya. Bram, kenalanku yang berprofesi sebagai barista, sudah siap membantu. Selain itu, berbagai tutorial meracik kopi di YouTube akan kulahap untuk memastikan Kopi Nodi terasa nikmat.
·          Memasarkan di Media Sosial
Media sosial memang membuat segalanya lebih mudah. Sebagai langkah awal Kopi Nodi akan kupasarkan melalui media sosial. Selain memperkenalkan kepada pelanggan, promosi melalui media sosial juga sebagai tes pasar. Kritik, saran, dan masukan bisa didapat dari sana. Ini akan berguna bagi penyempurnaan produk ke depan, sebelum benar-benar membuka kedai.
·          Menemukan Supplier yang Tepat
Setiap bisnis butuh supplier. Kopi pun demikian. Aku mencatat, paling tidak ada beberapa hal yang perlu disiapkan. Mulai dari alat penyeduh kopi (coffee maker), kemasan, hingga bubuk kopi dan bahan-bahan pendukung lainnya. Untuk menjaga citarasa kopi, maka kualitas bubuk kopi adalah hal yang paling utama. Bila salah memilih, bisa-bisa Kopi Nodi tidak laku di pasaran. Nah, untuk mendapatkan semua itu, aku tak perlu repot-repot mencari. Karena kini sudah ada Ralali.com yang siap membantuku menemukan supplier yang tepat dan berkualitas.
  
Ralali adalah sebuah platform online B2B Marketplace terbesar dan terpercaya di Indonesia. Sebagai marketplace, Ralali berperan menghubungkan antar bisnis di berbagai sektor ekonomi, sekaligus menjadi jembatan antara supplier dengan pemilik bisnis. Tempat yang pas bagi kalian yang tengah memulai bisnis dan mencari supplier yang tepat.
Berdiri sejak tahun 2014, Ralali kemudian berkembang pesat hingga kini. Ada 16.000 supplier, 135.000 pelanggan, 250.000 produk, dan dikunjungi oleh 2 juta unique visitors setiap bulannya. Tahun 2018, Ralali menerapkan sistem vertical marketplace dan menggunakan big data agar setiap pengunjung mampu menemukan solusi untuk mengembangkan usahanya.
Nah, untuk memulai bisnis Kopi Nodi, Ralali benar-benar menjadi solusi buatku. Sebab, aku bisa menemukan berbagai coffee maker di sini. Harganya pun sangat bervariasi. Mulai dari ratusan ribu, hingga jutaan Rupiah. Tinggal pilih sesuai bujet dan kebutuhan.
Pun demikian halnya dengan bubuk kopi. Di Ralali, aku bisa menemukan berbagai macam jenis kopi dari seluruh Indonesia. Mulai dari Arabika, Robusta, Gayo, Takengon, hingga Toraja. Serupa dengan berbagai peralatan pendukung lainnya. Alat perekat (cup sealer) hingga kemasannya pun sudah tersedia di Ralali dengan harga grosir. Mudah, bukan?



Melihat fakta tersebut, apa yang ditayangkan dalam website Ralali memang benar adanya. Disebutkan di sana, ada tiga alasan mengapa kalian harus berbisnis dengan Ralali. Pertama, Ralali merupakan Pusat Grosir Online yang kredibel di Indonesia. Didanai oleh beragam investor top di Asia serta didukung oleh ahli digital yang berpengalaman di bidangnya.
Kedua, teknologi modern yang digunakan Ralali menjadikannya online marketplace yang dapat dipercaya. Membeli barang untuk kebutuhan bisnis menjadi lebih cepat, aman, dan transparan.
Terakhir, Ralali menjadikan pelaku bisnis saling terkoneksi meski terpisah jarak dan waktu. Para Distributor Online semakin terhubung satu sama lain, sehingga usaha yang dijalankan menjadi mudah berkembang. Sudah tentu, hal ini akan mendukung geliat perekonomian Ibu Pertiwi.




Dari sekian banyak keunggulan Ralali, ada delapan yang paling melekat di hati. Ini bisa dimanfaatkan untuk memulai atau mengembangkan bisnis kalian. Tanpa berpanjang lebar, mari kita telaah satu per satu.
Seperti kata pepatah, time is money. Di Ralali, kalian bisa menghemat kedua-duanya. Karena kalian tidak perlu membuang waktu, tenaga, dan biaya untuk mendatangi lokasi supplier. Cukup membuka website atau mengunduh aplikasi Ralali dari Google Play atau Appstore, kalian bisa menemukan segala yang dibutuhkan dengan mudah dan cepat.


Cara berbelanja di Ralali pun sangat sederhana. Cukup mendaftarkan diri sebagai buyer lewat akun Google atau Facebook, kalian sudah bisa mencari produk yang dibutuhkan. Selanjutnya, tinggal memesan dan membayar barang yang kalian perlukan. Bila sudah, supplier akan mengirim barang sampai ke alamat kalian.

Tak perlu takut kehabisan stok barang, karena Ralali merupakan tempatnya Distributor Online berjualan. Ada belasan ribu supplier yang menawarkan ratusan ribu produk dari berbagai segmen kebutuhan.


Sebagai marketplace terbesar di Indonesia, Ralali berprinsip tidak ada yang tidak bisa disediakan. Berbagai jenis produk dengan harga grosir bisa kalian temukan di Ralali. Mulai dari HoReCa (Hotel, Restaurant & Cafe), otomotif, kecantikan, olahraga, tekstil, kesehatan, perkakas, hingga alat berat pun sudah tersedia.

Bahkan jika produk yang kalian cari belum tersedia, maka kalian bisa memesan melalui layanan Ralali Quotation (RQ). Supaya makin asyik, Ralali membebaskan layanan RQ dari segala biaya, termasuk biaya komisi. Artinya, kalian bisa memperoleh barang apa saja dengan harga terbaik!




Siapa bilang online marketplace tidak bisa tawar-menawar? Di Ralali, semuanya memungkinkan. Cukup menekan tombol “Contact Seller” yang tertera di katalog produk, maka kalian bisa berhubungan langsung dengan penjual. Dari sana, harga terbaik bisa kalian dapatkan.




Berbelanja produk di Ralali bisa dipastikan aman. Sebab, Ralali menyediakan berbagai channel pembayaran yang handal. Bisa melalui transfer antar bank, virtual account, kartu kredit, cicilan Kredivo, Instant Payment, hingga Ovo. Seluruhnya bisa kalian manfaatkan sesuai dengan kebutuhan.




Data transaksi sangat penting dalam dunia usaha. Dengannya, kita bisa meneliti berbagai biaya yang dikeluarkan untuk keperluan bisnis. Ralali sangat mengerti akan hal ini. Setiap pesanan tercatat dengan rapi dalam akun Ralali kalian. Cukup membuka menu Order Transaction, maka detail setiap pesanan bisa kalian temukan.





Ketepatan pengiriman barang menjadi kunci keberhasilan suatu bisnis. Untuk menjaga agar barang sampai di tangan pelanggan secara tepat waktu, Ralali menghadirkan fitur bernama Track My Order. Melalui fitur ini, kalian bisa mengecek pengiriman barang secara real-time yang dilakukan oleh sebagian besar jasa ekspedisi. Mulai dari TIKI, J&T, SML, Kargo, Si Cepat, SAP, hingga FirstLogic.





Jangan lewatkan pula berbagai promo menarik yang dihadirkan oleh Ralali. Voucher belanja misalnya. Ketika baru membuat akun di Ralali, kalian langsung mendapat voucher bebas ongkos kirim Rp200 ribu dan diskon 20% hingga Rp200 ribu. Menarik, bukan?




Era digital memang menjadikan segala sesuatunya lebih mudah. Tinggal klik, semuanya bisa hadir dengan cepat. Seperti halnya ketika ingin menyeruput hangatnya secangkir kopi. Tidak perlu repot datang ke kedai kopi, cukup mainkan dua jempol di layar smartphone kalian.
Namun, sayang seribu sayang jika manisnya bisnis kopi tidak kalian coba sendiri. Minum kopi memang nikmat. Akan tetapi menghasilkan pundi-pundi dari bisnis kopi, tentu jauh lebih nikmat. Oleh karena itu, #IniSaatnya aku berubah. Dari sekadar “penikmat” menjadi seorang “pembawa nikmat”.



Seorang kawan pernah bilang, “Menjalankan bisnis itu, mudah. Yang sulit adalah memulainya.” Aku yakin, ucapan itu tidak sepenuhnya benar. Karena aku tahu, Ralali membuat segalanya menjadi jauh lebih mudah. #ResolusiBisnis2019 mendirikan Kopi Nodi pelan-pelan mulai aku wujudkan.
Setiap bisnis memang butuh proses. Tidak ada yang instan, apalagi langsung menjadi “bintang”. Akan tetapi, setiap orang memiliki peluang yang sama. Sama-sama memiliki waktu 24 jam sehari untuk mengejar cita-cita. Yang perlu dilakukan tinggal dua: berdoa dan berusaha.
Kini, kalian tak perlu lagi takut berbisnis. Karena ada Ralali, Sang Pusat Grosir Online, yang menjadikan mimpi kalian lebih mudah terwujud.
***
Artikel ini diikutsertakan dalam Ralali Blog Competition.




17 komentar: