Beranda

Navigation Menu

Showing posts with label kuliner. Show all posts

Pentingkah Mengonsumsi Cabai?


Cabai. Seakan tak ada habisnya tatkala menyoal tanaman perdu yang satu ini. Meskipun rasanya pedas membara, cabai tetaplah disuka. Saat hidangan sudah tersaji, ia selalu saja dicari-cari. Bahkan ketika harganya membumbung tinggi, sayuran yang satu ini masih saja dibeli. Benar, tidak?
Padahal, jika kita membaca data, harga bahan baku sambal tersebut sebenarnya mirip-mirip dengan roller coaster. Bila kemarin masih terjangkau, besok-besok sudah melambung tinggi. Eh, tak disangka-sangka, bulan depan kembali melorot tajam. Jika dijajarkan dalam bentuk grafik, maka hasilnya akan seperti di bawah ini.
Sayangnya, bila harga cabai naik, ternyata harga barang dan jasa lainnya juga ikut-ikutan naik. Kondisi ini kemudian kita kenal dengan istilah inflasi.
Sederhananya begini. Jikalau harga cabai naik, maka harga makanan yang mengandung cabai juga akan semakin mahal. Mulai dari gorengan, nasi bungkus, siomay, hingga pecel ayam. Nah, saat semua harga pangan meroket, maka ongkos produksi barang nonpangan juga ikut-ikutan terkerek.
Analogi tadi sesungguhnya benar dan tak terbantahkan. Karena BPS mencatat, komoditas penyumbang inflasi tertinggi pada bulan Oktober 2018 adalah cabai merah. Bahkan, andil cabai mengalahkan beras, yang notabene adalah bahan makanan pokok.

Budaya Makan Cabai Mengalahkan Hukum Ekonomi

Sebentar. Bukankah hukum ekonomi mengatakan hal sebaliknya? Jikalau harga naik, maka pembeli akan mencari barang penggantinya? Merica, misalnya. Terlebih, cabai bukanlah makanan pokok. Pedasnya hanya untuk menambah kenikmatan sajian, bukan menuntaskan lapar.
“Tidak semudah itu, Ferguso,” mungkin demikian generasi milenial mengamsalkan.
Bagi penduduk Indonesia, menepikan cabai bukanlah perkara sederhana. Di Manado, misalnya. Tiga tahun bermukim di sana membuat saya sedikit mengerti mengapa cabai bisa mematahkan hukum ekonomi.
Suku Minahasa memang gemar sekali mengonsumsi rica—sebutan lokal untuk cabai. Tiada hari tanpa makan rica. Apa pun santapannya, dabu-dabu dan sambal roa harus tersedia di meja. Mulai dari ikan bakar, tinutuan, nasi kuning, hingga pisang goreng sekali pun, semua dilahapnya dengan cocolan sambal.
Tunggu dulu. Mungkin kita tak perlu jauh-jauh pergi ke Sulawesi Utara. Sebab, daerah lainnya sama saja. Bila tak percaya, mampirlah ke Restoran Padang yang setiap menunya mengandung olahan cabai. Mulai dari rendang, dendeng balado, sampai ayam gulai.
Sambal matah yang sekarang sedang hits itu juga asalnya dari Bali. Bahkan, Abang-abang pecel lele, mie ayam, atau ketoprak yang kerap mangkal di pinggir jalan juga selalu menanyakan hal yang sama saat kita memesan, “Pakai sambal, ga?”
Kebiasaan yang telah mendarah daging inilah yang membuat cabai selalu menjadi primadona. Kita kemudian menyebutnya dengan budaya.

Tantangan Budidaya Cabai

Meski tak pernah sepi permintaan, bukan berarti budidaya cabai nihil tantangan. Menjaga stok cabai tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa faktor yang sering kali memicu terjadinya kelangkaan “si merah” di pasaran.
Pertama, cabai memiliki sifat perishable atau mudah busuk. Layaknya produk pertanian lainnya, cabai harus dikonsumsi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama sejak dipanen. Dengan teknik pengeringan sekali pun, normalnya cabai hanya mampu bertahan selama satu bulan.
Kedua, serangan hama dan virus. Dilansir dari Sipindo, ada tiga musuh utama bagi petani cabai, yakni kutu kebul, patek, dan virus kuning. Kombinasi ketiganya sangat merugikan, karena bukan hanya menyerang tanaman cabai, tetapi juga tanaman lain di sekitarnya.
Ketiga, faktor cuaca. Pasokan air dan sinar matahari yang cukup, sangat krusial bagi kesuksesan budidaya cabai. Pada musim hujan, biasanya pasokan cabai menukik tajam, karena lebih cepat busuk dan rawan terserang hama. Kondisi inilah yang membuat petani cabai merugi dan harga cabai melambung tinggi.
Terakhir, keterbatasan lahan. Dalam laporan bertajuk Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia 2017, BPS mencatat luas area panen cabai cenderung stagnan. Padahal, cabai tak pernah sepi peminat. Semakin sempitnya lahan tanam, menyebabkan produksi cabai juga tertahan.

Menilik Manfaat Cabai
Sekarang, mari kita berandai-andai. Anggap saja kita mampu menahan nafsu memakan sambal. Dengan sekian banyak tantangan yang mesti dihadapi, apakah sudah saatnya kita meninggalkan cabai?
Nanti dulu, jangan buru-buru. Sebelum menjawab pertanyaan tadi, mari kita tilik manfaat cabai satu per satu.
Di balik rasa pedasnya, ternyata cabai memiliki kandungan gizi yang sangat kaya. Beberapa di antaranya baik bagi kesehatan tubuh, yakni vitamin A, B6, C, E, K, serta zat besi, kalium, fosfor, dan energi. Oleh karena itu, tak heran apabila cabai berkhasiat untuk mencegah sembilan serangan penyakit berbahaya.
Pertama, menjaga kesehatan jantung. Cabai dapat membuka dan memperlancar aliran darah di dalam arteri jantung, sehingga mencegah terjadinya risiko serangan jantung.
Kedua, menangkal stroke. Cabai memiliki kemampuan untuk membuang kolesterol jahat dari dalam tubuh. Aliran darah di dalam tubuh akan lancar, sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke.
Ketiga, mencegah kanker. Zat capcaisin yang dikandung dalam cabai dapat menghambat perkembangan sel kanker. Oleh karenanya, cabai dapat membantu mencegah terjadinya kanker, terutama kanker paru-paru dan pankreas.
Keempat, meredakan sakit kepala. Ketika makan pedas, sering kali kita berkeringat. Nah, kondisi inilah yang bisa meredakan sakit kepala, karena rasa pedas dapat memicu otak untuk menghilangkan rasa nyeri di kepala.
Kelima, melancarkan pencernaan. Cabai dapat menstimulasi sistem pencernaan agar memproduksi enzim dan asam lambung. Sehingga, proses asimiliasi dan eliminasi makanan di dalam tubuh akan semakin lancar.
Keenam, zat anti inflamasi. Cabai merupakan obat herbal anti inflamasi yang baik bagi penderita penyakit gula darah, arthritis, psoriasis, dan kerusakan syaraf.
Ketujuh, melawan jamur. Kandungan zat capcaisin yang dimiliki oleh cabai, diketahui dapat membantu mengurangi jamur pada kulit. Oleh karena itu, cabai sangat baik dikonsumsi bagi penderita penyakit gatal-gatal kulit.
Kedelapan, menurunkan berat badan. Keringat yang kita keluarkan tatkala mengonsumsi makanan pedas, ternyata mengandung lemak. Ini berkat zat capcaisin yang bertugas membakar lemak dari dalam tubuh. Alhasil, berat badan tubuh akan berkurang.
Terakhir, mempercepat pertumbuhan rambut. Kebotakan salah satunya ditimbulkan akibat sirkulasi udara yang kurang baik di kulit kepala. Dengan mengonsumsi cabai, maka sirkulasi udara di kulit kepala menjadi lancar, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan rambut dan mencegah terjadinya kebotakan.
Bukan hanya bermanfaat untuk kesehatan, cabai juga memiliki andil yang cukup besar dalam perekonomian. Seperti dilansir BPS, nilai ekspor cabai sepanjang tahun 2017 mencapai 630,29 ribu Dollar AS. Jumlah tersebut meningkat 6,24 persen dibandingkan dengan tahun 2016, yang tercatat sebesar 593,26 ribu Dollar AS.
Membaca data di atas, tentu kita merasa berbesar diri. Cabai lokal bukan hanya sanggup memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, tetapi juga menjadi komoditi kebanggaan bangsa yang mampu menghasilkan pundi-pundi devisa.
Tidak berhenti sampai di sana, produk olahan cabai juga menjadi warisan budaya. Untuk yang satu ini, kita patut berbangga. Karena hingga detik ini, kita telah memiliki lebih dari 322 jenis sambal tradisional yang tersebar di seluruh Nusantara. Tidak ada satu pun olahan bahan pangan di dunia ini yang memiliki varian sebanyak cabai. Hebat, kan?
Sekarang, mari kita kembali ke pertanyaan semula. Jika baik untuk kesehatan, dahsyat untuk perekonomian, dan menjadi produk yang paling membanggakan, sudikah kita meninggalkan cabai sebagai bahan pangan?

Kisah Inspiratif Atasi Masalah Cabai

Setiap masalah pasti ada solusi. Begitu pula dengan permasalahan cabai yang mendera dua sisi, baik pembeli maupun petani. Oleh karena itu, ada baiknya kita tengok kisah inspiratif dari seorang wanita bernama Mahariah.
Ibu rumah tangga yang juga berprofesi sebagai pegiat lingkungan ini, bermukim di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Tinggal di daerah lepas pantai sering kali membuatnya kesulitan dalam memperoleh buah dan sayuran, termasuk cabai.
Jikalau ada, harganya pun terbilang luar biasa. Ongkos angkutlah yang menjadi kausanya. Sebab, para pedagang harus mendatangkannya langsung dari Jakarta. Melawan deru ombak selama 3 jam, hanya dengan menggunakan perahu kayu sederhana.
Kondisi demikian tidak membuat Mahariah kehilangan akal. Bersama ibu-ibu lainnya yang tergabung dalam komunitas Rumah Hijau, mereka kemudian menginisiasi gerakan menanam buah dan sayuran dengan metode hidroponik di pekarangan rumah sejak tahun 2015.
Bukan hanya cabai, berbagai jenis buah dan sayuran lainnya juga ditanam secara hidroponik. Beberapa di antaranya adalah pakcoy, kangkung, terong, jeruk, kelengkeng, dan lengkuas.
Mahariah berharap, gerakan ini dapat menjadikan warga di Pulau Seribu bisa memenuhi kebutuhan gizi sayur dan buahnya secara mandiri. Tidak lagi bergantung pada suplai dari Jakarta yang kerap membebani ongkos belanja.
Hingga saat ini, metode tanam hidropronik yang dimotori oleh Rumah Hijau sudah diikuti oleh lebih dari 40 kepala keluarga. Tidak hanya dari Pulau Pramuka saja, tetapi juga pulau-pulau di sekitarnya.

Cap Panah Merah Membawa Banyak Berkah

Bila kisah Mahariah dapat memecahkan masalah cabai dari sisi pembeli, maka kita pun harus memiliki solusi untuk para petani. Untuk menjaga kontinuitas produksi cabai, setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan.
Pertama, penggunaan benih unggul. Mengingat cabai merupakan tanaman yang rentan terserang hama dan virus, maka benih unggul haruslah menjadi modal utama bagi petani cabai.
Oleh karena itu, petani dapat memilih benih cabai keriting hibrida varietas LABA F1 yang diproduksi oleh Cap Panah Merah. Benih jenis ini tahan terhadap serangan jamur dan bakteri penyebab penyakit. Di antaranya adalah jamur Phytopthora capsici penyebab busuk akar dan bakteri Ralstonia solanacearum penyebab layu bakteri.
Penyakit layu pada tanaman cabai sendiri, dikenal sebagai momok paling menakutkan di kalangan petani. Sebab, tingkat kematian tanaman cabai akibat jenis penyakit ini sangat tinggi, yakni mencapai 70 persen.
Selain memiliki daya tahan yang tinggi terhadap serangan penyakit, keunggulan benih LABA F1 buatan Cap Panah Merah lainnya adalah tahan terhadap cuaca kering. Meski ditanam pada musim panas berkepanjangan, tanaman cabai masih mampu berproduksi secara optimal.
Selain benih cabai kering varietas LABA F1, produk dagang milik PT East West Seed Indonesia (Ewindo) ini juga menyediakan 23 jenis benih cabai F1 berkualitas lainnya. Mulai dari LENTUR, BAJA, KRIDA, MONCER, PILAR, hingga DEWATA.
Masing-masing benih memiliki karakteristik sendiri. Sehingga memberi keleluasaan bagi para petani dalam memilih benih yang cocok, sesuai dengan waktu penanaman dan kondisi lahannya. Dengan demikian, pasokan cabai di pasaran akan tetap terjaga sepanjang waktu.
O ya, ada satu lagi. Perusahaan benih terpadu pertama di Indonesia ini juga menyediakan benih sayuran unggul lainnya. Di antaranya adalah bayam, wortel, kubis, jagung, caisim, kangkung, selada, dan lain-lain. Untuk lebih lengkapnya, kalian dapat melihat gambar di bawah ini.
Kedua, mengatasi kesenjangan informasi. Sudah menjadi stigma sejak dahulu bahwa akses petani terhadap informasi sangatlah terbatas. Baik informasi teknik budidaya yang baik, maupun informasi harga jual di pasaran.
Nah, untuk memerangi kesenjangan informasi tersebut, Ewindo telah meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Pertanian Indonesia, atau Sipindo. Berbagai informasi tentang sayur dan buah dapat diakses petani hanya dengan sentuhan jari.
Untuk meningkatkan kualitas teknik budidaya petani sayur, Sipindo memiliki tiga fitur, yakni artikel seputar pertanian, tips urban farming, dan cara bercocok tanam yang baik. Dari menu-menu tadi, para petani cabai dapat mempelajari cara menanam cabai dan mengendalikan hama. Contohnya seperti infografik cara budidaya cabai rawit di bawah ini.
Sipindo juga memiliki berbagai fitur yang dapat mengatasi kesenjangan harga jual sayuran di pasaran. Ini dapat ditemui pada menu rencana penanaman, jual beli sayuran, hingga cek harga jual sayuran di pasar.
Fitur harga jual sayuran misalnya, dapat disesuaikan dengan lokasi tanam petani. Dengan memanfaatkan fitur ini, petani dapat mengendalikan biaya produksi untuk mengoptimalkan harga jual di pasaran. Alhasil, suplai cabai terjaga, petani pun makin sejahtera.

Kesimpulan

Pedas lagi nikmat. Seperti rasanya, begitulah dua sisi kondisi cabai di Indonesia. Pedas, sebab bila salah takar, cabai bisa membuat petani terjepit rugi dan konsumen menjerit karena harga melambung tinggi.
Sebaliknya bila takarannya pas, cabai bisa membawa banyak kenikmatan. Tidak hanya baik bagi kesehatan, akan tetapi juga mampu menggerakkan roda pekonomian dan melestarikan warisan budaya kuliner lokal.
Namun sepedas-pedasnya rasa cabai, kita harus tetap optimis. Kisah Mahariah sebagai konsumen cerdas dan upaya Ewindo dalam memajukan petani, dapat dijadikan contoh bagi kita untuk memadamkan pedasnya cabai.
Karena biar bagaimana pun, bukankah kita tetap rindu akan cabai rawit saat menggigit gorengan? Bukankah kita tetap mencari sesendok sambal saat memesan mie ayam? Dan, bukankah kita juga masih ingin mencocol saus tatkala menyantap ayam goreng di restoran?
Lantas, apa jawaban saya untuk judul artikel ini? Tanpa ragu saya pasti menjawab: mengonsumsi cabai sangatlah penting untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Jadi, yuk kita makan cabai ramai-ramai!
***
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog “Berbagi Informasi Nutrisi (BION)” yang diselenggarakan oleh Cap Panah Merah.

Sumber Referensi:
No.
Judul/Perihal
Sumber/Tautan
1.
Wow, Ternyata Ada 322 Jenis Sambal di Indonesia
https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kuliner/1034315-wow-ternyata-ada-322-jenis-sambal-di-indonesia
2.
Analisis Perkembangan Harga Bahan Pangan Pokok di Pasar Domestik dan Internasional edisi Oktober 2018
http://bppp.kemendag.go.id/analisis_perkembangan_harga
3.
Statistik Tanaman Sayuran dan Buahbuahan Semusim Indonesia 2017
https://www.bps.go.id/publication/2018/10/05/bbd90b867a6ee372e7f51c43/statistik-tanaman-sayuran-dan-buah---buahan-semusim-indonesia-2017.html
4.
Kandungan Gizi dan Manfaat Cabai (Cabe)
http://informasitips.com/kandungan-gizi-dan-manfaat-cabai-cabe
5.
Di Balik Pedasnya Cabai Rawit
Artikel dari Aplikasi Sipindo
6.
Cap Panah Merah Luncurkan Varietas Cabai Tahan Kekeringan
http://www.panahmerah.id/news/cap-panah-merah-luncurkan-varietas-cabai-tahan-kekeringan


Ayam Goreng Krezz ABB, Santapan Halal Penuntas Lapar


Bosen, nih. Makan di luar yuk, Pap!” ajak Nadia kepadaku, sambil mengeringkan rambut panjangnya. Wangi sabun dari tubuhnya merebak ke seluruh kamar, menghujam rongga hidungku.
Istriku baru saja mandi, sementara aku masih terbaring di kasur. Ia sudah siap-siap pergi, saat aku sedang enak-enaknya mendengkur.
Setengah enggan, kulirik ponsel pakai mata satu. Ternyata sudah jam setengah satu. Rasanya baru dua jam yang lalu aku menayangkan tulisan di blogku. Nyatanya sudah sembilan jam berlalu.
Saat akhir pekan, aku memang terbiasa bangun siang. Apalagi ketika malam sebelumnya habis begadang. Sambil mengerdipkan mata berulang-ulang, aku berusaha menyatukan jiwa yang masih melayang-layang.
Kriuuukk...
Tiba-tiba perutku berbunyi kencang. Cacing-cacing di dalamnya mulai mencari suapan. Aku lupa, sudah dua puluh empat jam mereka tak kuberi makan. Karena sibuk kejar tayang, kemarin tak sengaja kulewatkan santap malam.
Dengan cepat Nadia mengalihkan pandangannya kepadaku. Ia tertawa terpingkal-pingkal mendengar perutku keroncongan. Hampir saja pengering rambut jatuh dari genggamannya.
“Tuh, kan. Sudah laper, ya?” tanyanya sambil tersenyum. Aku tak menjawab. Hanya menggaruk-garuk kepala, tersipu malu. Entah mengapa aku merasa seperti tertangkap basah, meskipun sebenarnya tak punya salah.
“Kita coba cari tempat makan baru, yuk. Jangan di warteg terus. Biar aku yang cari ya, Mih,” tuturku sambil membuka Instagram.
Ah, senangnya. Zaman sekarang segalanya terasa lebih mudah. Mau cari tempat makan tinggal mainkan jempol saja. Beda halnya dengan sepuluh tahun lalu, saat kami masih unyu-unyu. Mencari tempat makan baru mesti menelusuri jalan berliku-liku.
Iya, kalau ketemu. Lah, kalau tiba-tiba jalan buntu?
Kami berdua memang biasa makan di luar rumah. Senin hingga Jumat, kami sibuk dengan urusan masing-masing. Aku mencari nafkah di kantor, sedangkan Nadia menjalankan studi pascasarjana di kampus. Saat akhir pekan tiba, barulah kami makan sama-sama.
“Ayam geprek mau, ga?” tanyaku seraya mengetik tanda pagar #AyamGeprek di menu pencarian media sosial yang paling digemari generasi milenial ini. Sudah tiga tahun lebih menikah, tentu aku tahu apa yang istriku mau.
Ayam sepertinya memang paling cocok dengan lidah orang Indonesia. Selain tersedia di mana-mana, penyajiannya pun dikemas dalam berbagai rupa. Mulai dari soto ayam, mie ayam, ayam kalasan, ayam taliwang, ayam goreng, hingga ayam geprek.
Jenis yang terakhir, belakangan memang sedang naik daun. Membuatku jadi bertanya-tanya. Kira-kira berapa jumlah ayam yang dipotong setiap harinya, ya? Semoga populasi ayam tak kan pernah habis dari muka bumi.
“Mau, Pap. Yang sambelnya pedes, ya. Siang-siang gini enak kayanya,” jawabnya bersemangat. Ia meletakkan pengering rambut kembali ke tempatnya, seraya membereskan selimut yang masih meliliti tubuhku.
Ayam Bersih Berkah. Kayanya enak, Mih. Coba liat, deh,” ujarku seraya menunjukkan beberapa gambar yang terpampang di linimasa akun @ayambersihberkah kepadanya.





Bener, kayanya enak tuh, Pap. Ada di mana memangnya?” tanyanya kepadaku. Kulihat ia menelan air liurnya saat memandangi deretan foto ayam goreng dan geprek, yang kuakui, memang menggugah selera.
Aku membolak-balik kumpulan stories yang terangkum dalam menu highlight berjudul Outlet Jakarta. Dari sana, aku bisa mengetahui daftar lokasi outlet Ayam Bersih Berkah di bilangan Jakarta.
“Paling deket sih di Rawa Belong. Bagaimana?” Aku memastikan lagi di Google Map, jaraknya tak sampai delapan kilometer dari rumah kami di Petojo. Paling-paling 17 menit sudah sampai.
Setelah kuulik isi akun Instagram-nya lebih lanjut, ternyata outlet Ayam Bersih Berkah tidak hanya ada di Jakarta, namun juga tersedia di Kota Kembang. Seluruh alamat lengkapnya terekam dalam fitur highlight bertajuk Outlet Bandung.
“Oke! Eh, tapi kamu mandi dulu sana,” katanya seraya mengambilkanku handuk kering. “O ya, itu teh hangatnya juga sudah kubuatkan. Ada di meja, ya.”
Cacing-cacing di dalam perutku semakin meninju-ninju, karena rasa lapar dan penasaran telah bersatu padu. Setelah mandi dan ganti pakaian, tepat jam satu kami meluncur ke Rawa Belong dengan terburu-buru.

#SensasiKrezzz Bikin Lidah Bergoyang, Lapar pun Hilang

“Selamat siang, Kak. Selamat datang di ABB. Silakan, mau pesan apa?” tanya Riski kepada kami seraya memasang senyum terlebar di wajahnya. Ia adalah salah satu pramusaji outlet Ayam Bersih Berkah Rawa Belong yang bertugas melayani kami hari itu.
Suasana merah menyala langsung memenuhi pandangan mata ketika kami melangkah ke counter untuk memesan. Pasalnya, Riski dan seorang rekannya kompak mengenakan polo shirt dan topi berwarna merah. Dinding outlet yang berwarna putih juga turut dihiasi dengan garis warna berwarna merah.



“Boleh liat menunya, Mas?” tanyaku kepada Riski.
“Silakan, Kak. Ini menunya,” jawab Riski seraya menyodorkan daftar menu, terbuat dari kertas yang dilaminating dengan rapi. Tiap-tiap menunya diberikan tema, dan berisi foto-foto yang membangkitkan selera. Biar kutuliskan satu per satu agar kalian juga bisa tahu.
HOTNYA AYAM GEPREK ABB

AYAM TUMBUK KINI HADIR KEMBALI

COBAIN KREZZZNYA RESEP RAHASIA

Rasa lapar semakin tak tertahan ketika aku melihat daftar menu. Di atas kertas, semuanya nampak lezat. Harganya pun sangat terjangkau. Mulai dari Rp13.500 sampai dengan Rp25.000 saja. Pas dengan ukuran kantong mahasiswa atau karyawan saat tanggal tua.
Tanpa menunggu lebih lama, aku segera meluncurkan pesananku, “Paket Mewah 1 pakai sambal taichan. Tambah Kulit Nyoss-nya juga satu porsi, ya.” Sengaja kupesan lebih, sebab tak kuasa aku menahan perut yang sejak tadi meraung-raung minta makan.
“Kalau saya Geprek Super Hot 2, satu porsi, ya” pesan Nadia kepada Riski.
“Oke, ada lagi, Kak?” tanya Riski kepada kami, sambil memastikan kembali pesanan kami.
“Sudah, Mas. Itu saja dulu,” jawab kami serentak.
“Baik, ditunggu ya, kak. Silakan duduk dulu.”
Pandangan kami segera menelusuri sekujur ruangan ruko satu lantai seluas 52 meter persegi itu. Mencari tempat duduk yang enak dan pas agar santap siang kami lebih nikmat.
Kami menghitung, ada 22 kursi yang tersedia untuk para pelanggan ABB. Seluruhnya dicat dengan warna merah. Sedangkan mejanya berukuran kecil, dikelir dengan warna putih. Satu meja, cukup untuk menampung 2 orang.

Suasananya bersih dan nyaman. Meski tidak dilengkapi dengan penyejuk ruangan, namun kipas angin berukuran besar mampu menjadi pendingin bagi kalian yang kepanasan. Aliran udaranya terasa menenangkan, karena seluruh ruangan dipasangi dengan papan bertuliskan:
Please, No Smoking!
Soket listrik juga tersedia di setiap meja. Dapat kalian gunakan untuk mengisi baterai ponsel ataupun laptop. Di pojok ruangan, ada toilet bersih yang siap kalian gunakan, bilamana hasrat untuk ke belakang sudah tak tertahankan.

Sambil menunggu pesanan datang, kulayangkan pandangan ke arah luar. Tak henti-hentinya kendaraan bermotor lalu-lalang. Aku baru sadar, ternyata outlet ABB Rawa Belong berada di lokasi yang sangat strategis. Tepatnya di Jalan Rawa Belong Nomor II RT 06 RW 12 Palmerah, Jakarta Barat.
Dikelilingi dengan lingkungan akademis dan kos-kosan. Berjarak hanya sekitar 350 meter dari Kampus Syahdan Binus University dan 1 kilometer dari SMA Negeri 78. Aku bisa membayangkan, bagaimana para mahasiswa dan pelajar memenuhi deretan kursi di outlet ini saat hari kerja.
Bila datang kemari dengan membawa kendaraan, kalian tak perlu khawatir. Sebab lahan parkir yang disediakan oleh outlet ABB Rawa Belong cukup lega. Kira-kira muat hingga sepuluh sepeda motor dan dua unit city car.

Kehadiran Riski dari balik serambi koki membuyarkan lamunanku. “Silakan, Kak. Selamat menikmati,” ujar Riski seraya menghidangkan pesanan kami ke atas meja. Ternyata, sudah lima menit berlalu.
Ah, akhirnya datang juga. Mari makan!
Kami segera menyantap sajian tanpa pikir panjang. Sambal taichan-lah yang pertama-tama menjadi korban. Penampakannya merah merona, sungguh menggoda! Kujumput ia dengan jari tangan, dan menaruhnya ke atas lidah yang sejak tadi mengecap tak tertahan.
Rasanya pedas, sedikit asin, dan menyegarkan. Membuat mata terbelalak, kening keringatan, dan nafsu makan membuncah hingga ke ubun-ubun.
Kusantap kembali sambal taichan yang masih tersisa. Namun kali ini kusatukan dengan segigit ayam goreng yang dari tadi menunggu giliran. Warnanya coklat keemasan, utuh sempurna, karena dimasak dengan peralatan Food Grade Modern.
Krezzz. Begitu bunyi kulit ayam bertemu geligi yang kelaparan.
#SensasiKrezzz yang tercipta membuat lidah bergoyang-goyang. Racikan bumbu dan tepung rahasia seketika memenuhi rongga mulut, menjadikan rasa Ayamnya Nikmat.
Tangan dan mulut terasa semakin kompak. Berpacu dan bekerja sama dalam menghabiskan potongan ayam. Membuat perut sedikit demi sedikit mulai terisi, memadamkan rasa lapar yang mendera sejak tadi.





Nadia sama saja. Kulihat ia menikmati suguhannya dengan penuh kenikmatan. Berbeda denganku, ia memilih sambal pedas manis sebagai teman menyantap ayam. Isinya berupa kecap dan irisan cabai merah. Dilengkapi dengan kol goreng yang juga tak kalah nikmatnya.
“Bagaimana, Mih? Enak?” tanyaku kepada Nadia seraya menyeruput es teh manis. Dinginnya perlahan mengurangi rasa pedas sambal taichan.
“Enak banget, Pap. Alhamdulillah, ga salah pilih, ya,” jawabnya mantap.





Benar kata Nadia, kami tidak salah pilih. Sesuai dengan namanya, ada satu keunggulan lagi yang dimiliki oleh #AyamBersihBerkah yaitu halal, bersih, dan berkah.
Sebagai umat muslim, mengonsumsi makanan yang halal merupakan kewajiban yang tak bisa ditawar-tawar. Seluruh menu ayam yang disajikan ABB, pemotongannya dilakukan di Rumah Pemotongan Ayam (RPA) bersertifikat halal. Hal ini menjamin kualitas kehalalan dalam setiap menu ayam yang disajikan.
Membuat hati tenang, makan pun menjadi nyaman. Dan kami menghabiskan sisa siang itu dengan suasana penuh keberkahan.





ABB Bukan Cuma Ayam, Ada Juga Thai Tea dan Es Kepal

Ada satu hal yang masih mengganjal ketika kami sampai di rumah sore itu. Awalnya kami juga ingin memesan Thai Tea dan Es Kepal Melted ABB. Keduanya terlihat menarik di atas kertas menu. Namun sayangnya, Riski bilang keduanya sudah habis.
Tapi tak mengapa, aku jadi bisa menjajal layanan pesan antar. Karena ABB juga sudah terdaftar dalam jaringan Go-Food. Tinggal mainkan jempol kalian, maka pesanan akan segera diantarkan. Sangat berguna bagi kalian yang sibuk sehingga tak bisa makan di luar, atau lapar tapi mager ke outlet ABB terdekat.

Demi menuntaskan rasa penasaran, kami sengaja memesan dua jenis Es Kepal ABB. Yang satu original, dan satu lagi oreo. Ditambah satu gelas Thai Tea sebagai penutupnya.
Dalam waktu 15 menit saja, pesanan kami tiba dengan selamat. Dan ketika kubuka isinya, benar saja, gambarnya tidak berdusta. Es Kepal Melted ABB memang terlihat sangat menggiurkan, persis seperti di foto.
Kombinasi saus cokelat dan es serut langsung lumer saat bertemu lidah. Rasa manisnya seketika tumpah ruah. Saking nikmatnya, beberapa detik kemudian, es kepalnya langsung rata tak bersisa.
Thai Tea-nya juga serupa. Tidak terlalu manis ataupun terlalu tawar. Rasanya pas. Minumnya segelas berdua, membuat sore hari kami tambah ceria.






“Minggu depan makan ABB lagi, yuk, Pap!” ajak Nadia sambil menyeruput tetes terakhir Thai Tea. Nampaknya ia masih penasaran dengan berbagai paket ABB lain yang belum sempat dicobanya.
“Siap!” jawabku mantap. Tentu saja aku setuju. Bagaimana tidak?
Selain #SensasiKrezzz yang nikmat dan mantap, ABB juga halal, bersih, dan berkah. Harganya pun terbilang ramah. Menjadi pilihan yang sangat pas untuk menuntaskan rasa lapar yang membuncah. Bagi kalian yang tak sempat datang ke outlet, layanan pesan antar Go-Food jadi solusi yang mempermudah.
Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, cobain Ayam Bersih Berkah!



***
Artikel ini diikutsertakan dalam ABB Blog Competition yang diselenggarakan oleh Ayam Bersih Berkah.


Sumber Gambar dan Video: Koleksi Pribadi, Instagram @ayambersihberkah, dan You Tube Channel Ayam Bersih Berkah