Beranda

Navigation Menu

Showing posts with label traveling. Show all posts

Ada Senyum di Balik Charging Bull

Charging Bull
Ada Senyum di Balik Charging Bull


Gugur daun maple di tengah bulan Oktober menambah hawa dingin kota New York. Bagi penduduk negara tropis seperti kami, rasanya seperti mendaki bukit atau pegunungan.

Tapi bagi warga Negeri Paman Sam, musim gugur adalah saat yang tepat untuk berjalan-jalan. Jauh lebih dingin ketimbang musim panas, tetapi tidak sampai sebeku musim salju.

Kendati suhu bergeming di angka belasan derajat Celcius—bahkan terkadang lebih rendah lagi, kami bersyukur diberi kesempatan bertualang ke kota terpadat di Amerika Serikat (AS) ini.

Patung Liberty
Patung Liberty, salah satu ikon wisata Amerika Serikat.

Selain penuh hiburan, New York juga kaya akan tengaran (landmark). Mulai dari Patung Liberty, Jembatan Brooklyn, Times Square, hingga Central Park. Tapi di antara itu semua, ada satu tengaran yang menurut saya punya sejarah paling unik: Charging Bull di Wall Street, Manhattan.

Patung banteng seberat 3.200 kilogram itu berkali-kali muncul di layar lebar besutan Hollywood. Sebut saja The Big Short (2015), The Wolf of Wall Street (2013), The Sorcerer’s Apprentice (2010), atau Hitch (2005).

Berlokasi di pusat finansial, maskulinitas rupa patung banteng itu memang melambangkan agresivitas dan optimisme pasar keuangan AS.

Jika harus menyebut satu nama, adalah mendiang Arturo di Modica, seniman asal Italia, yang paling berjasa. Dari kedua tangannya-lah Charging Bull lahir ke dunia.

Bermula dari peristiwa Black Monday—kehancuran pasar saham AS pada 1987, Sang Seniman sengaja membuat patung banteng yang tengah berkuda-kuda demi memberi semangat dan membangkitkan lagi pasar keuangan Negara Adidaya itu.

Hingga satu malam pada 14 Desember 1989, Charging Bull diletakkan begitu saja di luar Gedung New York Stock Exchange. Jelas ini perkara ilegal. Seperti membuang sampah sembarangan.

Imbasnya, patung banteng setinggi 3,4 meter itu segera diambil dan diamankan oleh pihak berwajib pada hari yang sama.

Akan tetapi, warga New York punya keinginan berbeda. Mereka ingin Charging Bull tetap dipajang dan bisa dinikmati siapa saja.

Hingga akhirnya, tepat pada 20 Desember 1989, Charging Bull kembali diletakkan di kawasan Bowling Green dengan izin pajang sementara, yang terus-menerus diperpanjang hingga kini, lantaran menjadi salah satu pusat atraksi dan ikon pariwisata.


Pesan di Balik Charging Bull

Sejarah soal Charging Bull yang saya baca dari laman Wikipedia itu tepat menggambarkan kondisi ekonomi AS saat ini.

Demi menghindari stagflasi, Bank Sentral AS secara agresif mengambil kebijakan moneter ketat dengan menaikkan suku bunga acuan. Pembalikan arus modal dari negara berkembang dan tekanan nilai tukar pun tidak bisa dihindari.

Dari apa yang saya lihat, tanda-tanda resesi ekonomi memang mulai terlihat. Ketimpangan mulai menganga. Para tunawisma kian banyak terlihat di tengah ingar-bingar dan hedonisme kehidupan kota New York.

Tapi anomali juga terjadi. Kendati harga barang dan jasa melambung tinggi, lowongan pekerjaan malah kian bersemi. Papan bertulis “We’re Hiring” tampak menghiasi toko-toko di sepanjang jalan.

Pemandu wisata kami bercerita, bantuan tunai Covid-19 yang diterima oleh warga AS malah berdampak kontraproduktif. Warga AS jadi enggan bekerja karena merasa biaya hidupnya sudah terpenuhi dari dana bantuan.

Pantas saja petugas imigrasi berulang kali menanyakan ihwal pekerjaan ketika kami tiba di Bandara JFK. Mereka khawatir, warga asing bervisa turis malah jadi pekerja ilegal di Negeri Paman Sam.

Central Park New York
Bergaya di antara daun maple yang tengah menguning di Centrak Park, New York.

Apa pun itu, yang jelas, daya tarik Charging Bull memang memikat hati banyak pelancong. Kendati ekonomi AS berulang kali naik-turun dengan segudang alasannya, setiap hari, ratusan kepala rela mengantre demi berfoto bersama karya seni yang terbuat dari perunggu itu.

Hari itu, saya salah satunya. Bingung berpose apa, saya pasang kuda-kuda dengan niat menandingi figur garang Sang Banteng.

Tapi apa daya, celetukan teman saat bergaya membuat saya kontan tertawa. Jadilah Yin dan Yang. Yang satu garang, yang satu lagi riang.

Berpose bersama Charging Bull

Dari foto bersama Sang Banteng yang telah saya pajang di laman akun Instagram itu, saya menarik satu kesimpulan.

Dalam hidup, semangat dan agresivitasmu saat bekerja harus melahirkan senyum bagi orang di sekitarmu. Jika tidak, apalah arti hidupmu? [Nodi]



--oo0oo--


Mudik, Tiket Pesawat, dan Cerita Kerinduan Anak Rantau



“Kapan pulang, Nak?”
Kalimat di atas memang hanya terdiri dari tiga kata. Sederhana dan biasa-biasa saja. Namun ketika terlontar dari lisan seorang Ibu yang merindukan kepulangan anaknya, maknanya sungguh tiada tara.
***
Saban Lebaran menjelang, Ibu selalu mengucapkan kalimat itu dari balik ponselnya. Sering kali suaranya terdengar getir. Sesekali pula saya mendengar isakan. Biasanya dilanjutkan dengan tarikan napas panjang. Saya menduga, itu semua disebabkan oleh gumpalan rindu yang tidak bisa lagi diperam.
Saya pun demikian. Tiada berbeda, sama-sama dirundung rindu.
Sejak kelas 3 SMA, saya memang tidak lagi seatap dengan Ibu. Demi pendidikan dan kualitas otak yang lebih baik, Ibu harus merelakan saya merantau ke luar kota. Tentu saja, awalnya dia tidak rela berpisah raga dengan anak bungsunya. Namun apa daya, kehidupan harus tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Semakin bertambahnya usia, semakin jauh pula jarak di antara kami berdua. Ketika kuliah, saya harus menetap selama empat tahun di Bogor. Tatkala lulus dan memasuki tahun pertama bekerja, tiba-tiba kami sudah terpisah pulau saja. Ibu masih di Bekasi, sedangkan saya mengais rezeki di Bukittinggi.
Hingga kini, saat saya telah berkeluarga dan memasuki tahun kedelapan bekerja, ruang di antara saya dan Ibu semakin melebar. Ketika saya cek lewat Google Map, ada 3.277,5 kilometer jarak yang membentang antara Manado dengan Bekasi. Tatkala saya selami hati, ada jutaan kangen yang terpendam di dalam diri.
Menandatangani kontrak kerja berklausula “bersedia ditempatkan di mana saja” memang sungguh menantang. Sejujurnya, saya memang suka menjelajahi pelosok Nusantara. Guru saya pernah berkata, “Kamu hanya punya satu nyawa, maka gunakanlah waktu yang tersedia untuk mengagumi ciptaan-Nya.”
Saya pun setuju dengan ucapan Sang Guru. Semesta Bumi Pertiwi memang elok tak terperi. Di Sulawesi Utara, saya bahkan pernah mengunjungi tapal batas utara Nusantara. Kepulauan Talaud, namanya. Letaknya berbatasan langsung dengan Filipina. Kalian bisa cek di peta, ukurannya tidak besar, hanya seukuran jempol saja.
Menikmati keindahan Pantai Sara Besar—salah satu pantai pasir putih tak berpenghuni di Kepulauan Talaud—adalah sececap rasa manis ketika bertugas di sana. Tentu saja, kalian tidak akan pernah bisa menemui pantai seperti itu di kota-kota besar. Sebab Sara Besar tercipta bagi para pejalan yang gemar tantangan.


Kembali ke persoalan rindu, jauhnya jarak di antara kami berdua memaksa saya untuk tidak bisa pulang sekehendak hati. Maklum saja, perjalanan Manado—Bekasi harus ditempuh dengan pesawat udara plus taksi bandara. Tiga setengah jam di udara, ditambah satu setengah jam di jalan raya.
Selain karena jaraknya yang jauh, saya pun tahu diri. Gaji seorang karyawan biasa tidak cukup untuk pulang-pergi setiap bulan. Bahkan tiga bulan sekalipun masih terasa berat. Habis, mau bagaimana lagi? Semakin ke timur, biaya hidup semakin tinggi. Inilah yang kerap menjadi kendala.
Namun ketika Ramadan tiba, segalanya berubah seratus delapan puluh derajat. Tunjangan Hari Raya (THR) membuat rekening menjadi gendut, walaupun hanya sesaat. Tentu saja, resep menguruskan kembali rekening yang telah menggendut hanya ada tiga: membayar zakat, membeli baju Lebaran, dan mengenggam tiket pulang ke kampung halaman.
Saya pun bersyukur, kebijakan yang ditetapkan turun-temurun sejak Orde Lama tersebut memudahkan saya untuk kembali bertemu Ibu. Yah, paling tidak, satu tahun sekali. Ditambah libur cuti bersama, itu sudah lebih dari cukup untuk melepaskan kerinduan dari ubun-ubun kepala.
Maka, sehari sebelum libur cuti bersama, saya pun segera menelepon Ibu untuk memberi satu kabar gembira.
“Bu, Insyaallah besok aku pulang.”



Indonesia memang unik. Tradisi mudik memang hanya dimiliki oleh negeri kita tercinta. Kalian tidak akan bisa menemui budaya serupa di belahan bumi mana pun. Sebagaimana yang sudah kalian ketahui, mudik identik dengan silaturahmi. Silaturahmi pula yang menjadi tujuan utama mudik: mempererat tali persaudaraan dengan sanak famili dan tetangga.
Yang mungkin belum kalian tahu, istilah mudik sejatinya dipopulerkan oleh pekerja rantau asal Jawa. Mudik adalah singkatan dari dua kata berbahasa Jawa: mulih dilik, yang artinya pulang sebentar.
Meskipun hanya sebentar, “daya isi baterai” saat mudik amat-sangat ampuh. Paling tidak, cukup untuk melepas rasa rindu sebelum akhirnya penuh kembali pada Lebaran tahun depan.
Apa sebab? Hangatnya cinta keluarga dan romantisme kampung halaman yang membuat segalanya menjadi lebih indah.


Itulah yang saya rasakan ketika mencium tangan Ibu pasca salat Idulfitri. Ibu menangis, saya pun tak sanggup menahan derai air mata. Kami berpelukan dengan sangat erat, seakan tiada lagi hari esok yang bisa dicecap.
Sedetik kemudian, kami sudah tercebur ke dalam perbincangan hangat. Lika-liku dunia kerja sepanjang tahun, tuntas saya ceritakan. Rencana karier dan masa depan, kelar saya utarakan. Ibu pun demikian. Aktivitas harian dengan cucu tercinta—buah hati kakak saya—rampung ia kisahkan.
Acara semakin seru ketika kedua kakak saya—beserta suaminya—bergabung di tengah-tengah kami. Tegur sapa dan bermaaf-maafan menjadi agenda tahunan yang kami lakukan. Riuh suara kemenakan yang masih balita menambah hangatnya suasana Lebaran kami tahun ini.
Tak terasa, dua piring ketupat opor ayam plus rendang lenyap tak berbekas. Tentu saja, Ibu terus menyemangati saya untuk memulai piring yang ketiga.
“Tambah lagi, Nak,” ujarnya dengan mata berbinar.
Saya pun tersenyum lebar seraya memungut rantang ketupat sayur.



“Kabarnya tiket mahal ya, Nod?” tanya Kakak saya sembari menyapih buah hatinya.
Pertanyaan yang cukup beralasan, gumam saya dalam hati. Sejak awal tahun, harga tiket pesawat memang terus melambung. Beragam analisis bisa kita temui, baik dari media cetak dan maupun daring. Ada yang bilang efek duopoli, ada pula yang bilang efisiensi biaya. Apa pun alasannya, yang benar-benar tahu hanyalah maskapainya.
Perbincangan seperti ini memang kerap terjadi ketika kumpul keluarga. Isu yang sedang hangat memang sangat menarik untuk dibahas. Entah urusan politik, sepakbola, lalu lintas mudik, atau sekadar harga tiket pesawat belaka.
“Kalau normal memang agak mahal. Tapi aku dapat di bawah harga pasaran, Kak.” Saya mengambil ponsel seraya menunjukkan aplikasi Tiket.com kepadanya.
“Kok, bisa?”
“Bisa, dong. Di Tiket.com, kita bisa mendapat potongan harga terbaik, lantaran promo Tiket Hari Raya dan Rayakan Kebaikan. Baik rute domestik maupun internasional, semua kena diskon. Tidak main-main, potongannya hingga Rp 1 juta,” jawab saya sambil menyeringai.
Aplikasi besutan PT Global Tiket Network ini memang tidak main-main untuk urusan tiket dan wisata. Selain menjual tiket pesawat, Tiket.com juga menyediakan tiket hotel, kereta api, sewa mobil, dan hiburan lainnya seperti konser, pertunjukan, serta wana wisata lainnya.
Nah, supaya lebih terang-benderang, silakan tonton video profil Tiket.com di bawah ini, ya!


Bagi kalian yang sering bepergian, wisata, atau pulang ke kampung halaman, saya menyarankan agar kalian memesan tiket pesawat, tiket hotel, atau tiket kereta api lewat Tiket.com. Pasalnya, Tiket.com memiliki tujuh keunggulan yang sayang bila dilewatkan begitu saja. Yang pasti, bisa membuat perjalanan kalian jadi tambah menyenangkan.
Penasaran? Makanya, jangan buru-buru pindah laman. Simak ulasan saya dalam beberapa paragraf ke depan.



Hal utama yang kita inginkan ketika memesan tiket adalah kemudahan akses. Prinsipnya sederhana saja. Kalau ada yang lebih mudah, mengapa harus cari yang susah?
Dari sisi kemudahan akses, kalian tidak perlu khawatir ketika memesan tiket pesawat atau tiket hotel di Tiket.com. Sebab Tiket.com adalah aplikasi multiplatform yang mudah diakses dari mana saja. Sepanjang sinyal lancar, maka tidak ada halangan untuk mengakses Tiket.com.


Bagi kalian yang sehari-seharinya bergelut dengan laptop, kalian bisa membuka website Tiket.com. Ketik saja sesuai namanya di browser kalian, maka menu utama akan segera hadir di depan mata.
Sedangkan untuk kalian yang lebih sering berinteraksi dengan smartphone, kalian bisa mengunduh aplikasinya. Bagi pengguna Android, aplikasi Tiket.com tersedia di Google Play. Sedangkan pelanggan Apple dalam menemukannya di App Store.
Cara daftarnya juga sangat mudah. Selain mengisi data diri, kalian juga bisa masuk dengan menggunakan akun Google atau Facebook. Jadi, tidak perlu repot-repot mengingat password lagi, deh.



Hal selanjutnya yang menjadi perhatian ketika membeli tiket pesawat atau tiket hotel adalah metode pembayaran. Kalau terbatas, kita pun akan malas. Sebaliknya pun demikian. Ketika metode pembayaran lengkap, maka hidup jadi terasa nikmat.
Membayar tiket pesawat atau tiket hotel di Tiket.com lebih mudah. Karena Tiket.com telah menyediakan beragam metode pembayaran untuk kalian. Singkat kata, mau bayar pakai cara apa pun, Tiket.com punya salurannya.


Bagi kalian yang masih konvensional, Tiket.com menyediakan metode pembayaran lewat ATM, Kartu Debit atau Kredit, Transfer antarbank, dan gerai ritel Alfamart dan Indomaret. Tinggal pilih saja mana yang disuka, semuanya sudah tersedia.
Sedangkan untuk generasi milenial yang sudah akrab dengan metode pembayaran kekinian, kalian bisa membayar dengan menggunakan GO-PAY, Virtual Account, Instant Pay, atau cicilan tanpa kartu kredit. O ya, kalian juga bisa mendapat potongan harga dengan mengumpulkan TIX Point, lho!
Untuk tahu lebih jauh tentang TIX Point, baca bagian selanjutnya, ya!



TIX Point adalah poin yang kalian dapatkan ketika bertransaksi di Tiket.com. Nantinya, poin ini dapat kalian tukar dengan berbagai pilihan menarik. Ada tiga, yakni diskon atau extra benefit di merchant yang bekerja sama dengan Tiket.com, potongan harga langsung, serta memperoleh barang-barang pilihan.
Salah satu contohnya seperti ini. Saat kalian membeli tiket pesawat atau tiket hotel di Tiket.com, maka poin yang didapat bisa langsung ditukarkan dengan sepotong pizza gratis di Pizza Marzano atau wrapping bag cuma-cuma dari Angkasa Pura. Perjalanan kalian dijamin tambah menyenangkan.


Nah, semakin banyak berbelanja di Tiket.com, semakin banyak pula Tix Point yang akan kalian dapatkan. Beragam diskon dan kemudahan akan lebih cepat kalian nikmati. Makanya, tunggu apa lagi?



Kalau untuk promo, saya jamin kalian pasti tertarik. Betapa tidak? Ketika harga tiket pesawat melambung tinggi, Tiket.com malah memberi potongan harga besar-besaran. Asyik, kan?
Beberapa promo yang paling ciamik adalah diskon hingga Rp200 ribu untuk penerbangan pilihan rute domestik. Untuk kalian yang suka berlibur ke luar negeri, kalian juga bisa memanfaatkan diskon hingga Rp1 juta di Tiket.com. Tinggal memasukkan kode promo saat membayar, maka potongan harga bisa segera kalian manfaatkan.


Tidak hanya tiket pesawat saja, tiket hotel juga tidak luput dari diskon. Melalui promo Tiket Hari Raya kalian bisa menikmati potongan hingga 15 persen ketika bermalam di Aryaduta Hotel Group. Bagi yang mudik ke Tasikmalaya dan Garut, Tiket.com juga memberikan diskon hingga 20 persen pada hotel pilihan.
Bagaimana? Asyik, kan?



Kadang kala, kenyataan meleset dari rencana atau harapan semula. Sudah beli tiket ke Jakarta, eh, tiba-tiba ditugaskan ke Jayapura, misalnya.
Nah, Tiket.com sangat memahami bilamana hal-hal seperti itu terjadi. Untuk itulah, Tiket.com memberikan kemudahan bagi kalian yang, mungkin saja, terpaksa harus melakukan reschedule atau refund tiket pesawat. Tiket.com menamainya dengan sebutan Smart Reschedule dan Smart Refund.
Untuk mendapat gambaran utuh tentang tata cara reschedule dan refund, silakan teliti infografis di bawah ini.






Pejalan pintar adalah pejalan yang mampu menikmati setiap detik momen perjalanan tanpa merasa kesulitan. Dalam perjalanan, banyak hal-hal tak terduga bisa terjadi. Pada momen seperti ini, ada baiknya kita mengintip kiat atau tips berwisata.
Nah, Tiket.com memiliki blog yang berisi artikel seputar wisata. Di sini, kalian bisa dengan cepat belajar menjadi pejalan pintar. Berbagai kiat berlibur disajikan secara cuma-cuma. Bahasanya juga mudah dicerna, sehingga tidak membuat kalian sakit kepala.


Kuliner, tempat wisata, review hotel pilihan, ataupun sekadar tips baterai saat liburan bisa kalian temukan di Tiket.com. Untuk hal-hal seperti ini, kalian tidak perlu lagi membuka Mbah Google. Cukup buka aplikasi Tiket.com, semuanya tersaji di depan mata.



Pepatah bilang, malu bertanya sesat di jalan. Bila ada hal-hal yang ingin kalian tanyakan, konfirmasi, atau mungkin kalian seorang pengusaha yang ingin mendaftarkan hotelnya di Tiket.com, langsung saja bertanya ke customer care.


Layanan pelanggan Tiket.com tidak pernah libur dan selalu tersedia selama 24 jam penuh. Kapan pun kalian butuh, tinggal kirim surel, chat via WA, atau telepon saja ke nomor yang tertera di atas. Segala pertanyaan akan segera dijawab oleh Tiket.com. Coba saja kalau tidak percaya!



Mudik sudah menjadi budaya yang kental bagi bangsa kita. Ada rasa bangga ketika kembali ke kampung halaman dengan menjadi pribadi yang lebih baik. Ada rasa senang tatkala bertemu dengan orangtua, sanak keluarga, dan handai taulan. Sejauh-jauhnya manusia merantau, ia pasti akan kembali ke tempat asal.
Itu yang saya rasakan selama menjadi perantau di berbagai kota di Nusantara. Momen mudik memang menjadi sangat spesial ketika yang jauh bisa kembali dekat. Bertemu dengan Ibu, meski hanya setahun sekali atau dua kali, membuat energi kembali terisi.
Kini, ke mana pun saya ditugaskan, saya tidak akan cema, gelisah, ataupun khawatir. Kerinduan mendalam akan kampung halaman dapat segera tuntas dengan membeli tiket pesawat lewat Tiket.com. Karena saya percaya, hanya di Tiket.com, semua ada tiketnya.
Kalau kalian bagaimana? Sudah unduh aplikasi Tiket.com juga?
***
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Curhat Mudik #TiketHariRaya yang diselenggarakan oleh Tiket.com. Vektor, gambar, dan grafik diperoleh dari koleksi pribadi, Tiket.com, dan Envato Market. Seluruh gambar yang ditampilkan pada artikel ini telah diolah terlebih dahulu oleh penulis sebelum ditayangkan. Sedangkan video bersumber dari saluran YouTube milik Tiket.com.

Lawang Sewu, Simbol Kemenangan Melawan Waktu



Kemenangan hanya dimiliki mereka yang gigih belajar. Kejayaan akan digenggam oleh mereka yang sarat pengalaman. Itulah pelajaran hidup yang tiada pernah keliru. Tidak akan terganti meski kala terus berlalu.
***
Pelajaran hidup terbaik kadang kala bisa kita temui saat berwisata. Khususnya ketika bertualang ke objek wisata yang sarat akan sejarah. Museum, candi, atau bangunan peninggalan masa penjajahan, misalnya. Tentu, ada banyak hal-hal unik dan menarik yang bisa kita pelajari dari sana.
Kita patut bersyukur bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya akan riwayat, legenda, dan peristiwa. Kisahnya lekang abadi dan kekal hingga zaman sekarang. Sejak masa kerajaan hingga era penjajahan, semuanya bisa ditelusuri dan dipelajari lewat berbagai tengara (landmark) yang mudah ditemui di berbagai kota di Nusantara.
Nah, salah satu gedung peninggalan zaman penjajahan yang sarat akan sejarah adalah Lawang Sewu di Semarang. Oh, bangunan angker dan berhantu itu, ya? Biar saya tebak, pasti di antara kalian ada yang berpikir begitu, kan?
Kalau memang iya, ya, tidak apa-apa. Sah-sah saja. Sebab cagar budaya seluas 14.216 m2 ini memang terkenal seram gara-gara pernah menjadi lokasi shooting acara uji nyali beberapa tahun silam.
Hanya saja, untuk saat ini, mari kita kesampingkan sejenak rasa takut dan ngeri. Daripada bulu kuduk semakin merinding, mending kita ulas sejarah Lawang Sewu saja. Siapa tahu ada di antara kalian yang hendak berkunjung ke Semarang dalam waktu dekat. Setuju?

Mengenal Lawang Sewu
Lawang Sewu dirancang dan dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda. Setelah melewati masa pembangunan selama 3 tahun, tepat pada 1 Juli 1907 Lawang Sewu akhirnya berdiri.
Semula, bangunan bercat putih ini difungsikan sebagai kantor pusat Perusahaan Kereta Api Swasta. Para meneer Belanda menyebutnya dengan NIS, singkatan dari Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij. Sejarah panjang kereta api Indonesia pun bermula dari sini.


Nama Lawang Sewu sendiri berasal dari lidah penduduk lokal. Dalam bahasa Jawa, lawang sewu bermakna seribu pintu. Sebutan ini tercetus lantaran banyak sekali pintu yang menghiasi bilik dan lorong bangunan Lawang Sewu. Kendatipun demikian, sebenarnya jumlah pintu di Lawang Sewu hanya ada 342 saja.
Pada masa perjuangan kemerdekaan melawan Jepang, nama Lawang Sewu kembali mencuat ke permukaan. Pasalnya, bangunan tersebut direbutkan oleh Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) dengan tentara Jepang. Belasan pejuang muda gugur pada pertempuran kala itu.
Dalam perkembangannya, bangunan bersejarah yang terletak di persimpangan jalan Pandanaran dan Pemuda ini mengalami beberapa kali perbaikan. Namun demikian, pemugaran besar-besaran terjadi pada 2011. Bagian gedung yang rusak dan hancur mendapat sentuhan renovasi. Dinding dan pilar yang kusam dicat kembali. Alhasil, kini Lawang Sewu kembali tampak gagah dan indah berseri.


Bagi para penggemar fotografi, Lawang Sewu merupakan salah satu landmark di kota Semarang yang wajib disinggahi. Keindahan arsitektur begaya aristokrat Belanda memang menjadi daya tarik yang tidak dimiliki objek wisata lain. Karena itu pula, tidak jarang Lawang Sewu digunakan sebagai lokasi foto pranikah.
Sejujurnya, kesan angker bangunan yang dikelola oleh PT Kereta Api Indonesia ini sudah sirna. Meskipun berkunjung pada malam hari, ia tampak indah dan mewah. Kini, Lawang Sewu memang seperti terlahir kembali setelah memenangi perjuangannya melawan waktu.

Berwisata ke Lawang Sewu Bersama Pegipegi
Bagi kalian yang ingin bertualang ke Semarang, jangan lupa mampir ke Lawang Sewu, ya. Untuk urusan menginap, jangan khawatir. Sebab sudah banyak hotel di Semarang yang murah dan terjangkau. Semua bisa kalian temui di sekitar Lawang Sewu.
Supaya lebih mudah saat mencari penginapan murah di Semarang, buka laman atau unduh saja aplikasi Pegipegi. Lewat aplikasi Pegipegi, kalian tidak perlu repot-repot lagi. Mencari hotel murah di Semarang menjadi lebih gampang dengan lima langkah sederhana. Silakan tilik infografisnya di bawah ini.


Pertama, cari. Masuk ke halaman atau menu utama, kemudian pilih menu hotel. Masukkan nama hotel atau kota, kemudian pilih tanggal check-in dan check-out. Saran saya, supaya mesin pencari Pegipegi langsung menampilkan hotel yang dekat dengan Lawang Sewu, ketiklah “Lawang Sewu" di kolom nama kota.
Kedua, pilih. Pegipegi akan menampilkan deretan hotel dan penginapan yang sesuai dengan kriteria pencarian kalian. Selain itu, ada pula penilaian (rating) yang dapat menjadi acuan bagi kalian dalam memilih hotel.
Ketiga, pesan. Setelah cocok dengan harga dan fasilitas yang tersedia, segera klik tombol “pesan kamar”. Selanjutnya, kalian akan diminta mengisi data pemesan dan tamu yang akan menginap.
Keempat, bayar. Cek kembali data yang sudah diisi untuk memastikan tidak ada kesalahan pengisian. Kalau sudah benar, segera lakukan pembayaran. Pegipegi menyediakan beragam pilihan metode pembayaran, mulai dari transfer antarbank, ATM, kartu kredit, atau pembayaran tunai di swalayan.
Terakhir, dapatkan e-ticket. Setelah rampung bayar-membayar, e-ticket akan dikirim ke alamat surel kalian. Tunjukkan e-ticket ini ke resepsionis di lobi hotel tempat kalian menginap dan nikmati mudahnya mencari penginapan murah lewat Pegipegi.
Jadi, bagaimana? Sudah siap menikmati pesona Lawang Sewu di Semarang?
***
Foto yang ditampilkan dalam artikel ini bersumber dari Bank Indonesia Semarang dan Christian OVP. Nama masing-masing sumber telah dicantumkan dalam setiap foto.

Meneropong Masa Depan Banten dari Balik Tanjung Lesung



“Kalau tidak kita ambil, pasti diambil negara lain. Kalau tidak kita tarik, pasti akan ditarik negara lain.”~ Presiden Joko Widodo saat meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung di Pandeglang, Banten, 23 Februari 2015.


Optimisme warga Banten sontak membumbung tinggi saat Presiden menyampaikan pidatonya kala itu.  Betapa tidak? Setelah 24 tahun tertunda, akhirnya pembangunan KEK pariwisata tersebut kembali dibuka.
Berjuta asa pun lahir dari sudut pantai berpasir putih ini. Pasalnya, Presiden memberikan janji akan melakukan berbagai langkah percepatan pembangunan di area seluas 1.500 Ha ini. Di antaranya adalah pemberian insentif fiskal dan kemudahan perizinan untuk menarik minat investor.
Tidak berhenti sampai di sana, rentetan rencana percepatan pembangunan infrastruktur penunjang juga turut diikrarkan. Ada hotel berkelas internasional, pelabuhan, pusat studi kemaritiman, taman hiburan, dan fasilitas olahraga air. Tidak kurang dari Rp 1,7 Triliun diinvestasikan untuk menyulap Tanjung Lesung menjadi kawasan pariwisata berkelas internasional.
Namun itu semua belumlah seberapa. Ada beberapa mahakarya lagi yang dinanti-nanti. Bukan hanya oleh warga Banten, namun juga seluruh penduduk Indonesia. Yaitu pembangunan Bandara Banten Selatan, Jalan Tol Panimbang-Serang (Panser), dan Jembatan Selat Sunda. Berbagai pengembang kelas kakap dirangkul agar agenda besar tersebut mampu diselesaikan dalam beberapa tahun mendatang.
Presiden berharap pembangunan KEK Tanjung Lesung dapat menghadirkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perekonomian Banten dan nasional. Di atas kertas, hitung-hitungan ekonomi segera dirancang untuk menghitung dampak yang diciptakan. Hasilnya, pembangunan KEK pariwisata ini diproyeksikan setidaknya akan meningkatkan perekonomian nasional hingga Rp 26,4 Triliun serta menyerap tidak kurang dari 85.000 tenaga kerja.

Jangan Sampai Kembali Tertunda

Sudah tiga tahun berlalu sejak KEK Tanjung Lesung diresmikan. Namun, hingga saat ini pembangunannya belum berjalan sesuai harapan. Berbagai rintangan datang silih berganti. Setidaknya, ada dua faktor utama yang menjadi penghambat proses pembangunan KEK Tanjung Lesung.
Pertama, kurangnya promosi dalam skala besar. Hal ini diamini oleh para pengembang. Menurut mereka, publikasi yang dilakukan oleh pemerintah belumlah maksimal. Sehingga, investor yang digadang-gadang berdatangan layaknya semut mengerubungi gula, terlihat masih enggan. Ini yang menyebabkan aliran modal ke KEK Tanjung Lesung menjadi tersendat.
Kedua, kondisi ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian. Normalisasi ekonomi Amerika Serikat (AS) menyebabkan Dollar AS semakin perkasa, dan Rupiah semakin terpuruk. Belum lagi ketegangan perang dagang antara AS dan Tiongkok yang membuat jantung negara penonton ketar-ketir, termasuk Indonesia. Dua fenomena tadi, memicu pelebaran defisit transaksi berjalan hingga 3,37% Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III 2018.
Mau tidak mau pemerintah harus menahan laju impor dengan menunda beberapa proyek strategis nasional. Ironisnya, beberapa proyek yang ditunda merupakan proyek infrastruktur penopang KEK Tanjung Lesung, yakni Bandara Banten Selatan, Jalan Tol Panser, dan Jembatan Selat Sunda.
Pengembang jelas makin geram dan ogah-ogahan. Tanpa promosi optimal dan infrastruktur penunjang, target mendatangkan 1 juta wisatawan mancanegara semakin sulit didapatkan. Arus kas wisatawan lokal—yang datang karena penasaran—belum cukup untuk memenuhi tingginya biaya operasional dan investasi yang telah ditanam.
Banten kini berada di ujung persimpangan. Maju tak kuasa, berdiam diri semakin sengsara. Pengembang menuntut pembangunan jalan penunjang harus diutamakan. Sedangkan pemerintah menginginkan pembangunan kawasan wisata harus tuntas terlebih dahulu.
Pertanyaan klasik, “Lebih dulu mana, ayam atau telur?” harus segera dipecahkan demi masa depan Banten yang lebih baik.


Memanfaatkan Momentum

“Secepatnya, kami akan melakukan pengajuan (pembangunan Bandara Banten Selatan) kepada Pemerintah Pusat.”~ Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy saat membuka Festival Tanjung Lesung 2018 di Pandeglang, Banten, 28 September 2018.
Festival Tanjung Lesung 2018 seakan menjadi titik balik pembangunan KEK Tanjung Lesung. Wakil Gubernur berjanji akan mengajukan kembali proposal pembangunan Bandara Banten Selatan yang sempat dihapus dari daftar proyek strategis nasional oleh Pemerintah Pusat.
Momentum untuk kembali mendorong pembangunan KEK Tanjung Lesung terus mengemuka. Pertemuan Tahunan Bank Dunia-Dana Moneter Internasional 2018 di Bali beberapa bulan lalu, menjadi salah satunya. Hajatan ekonomi terbesar dunia tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi, salah satunya adalah pengembangan destinasi wisata terintegrasi sebagai sebuah solusi permasalahan ekonomi.
Dukungan dunia kepada Indonesia juga terus berdatangan. Peringkat Indonesia dalam World’s Travel & Tourism Competitive Index (TTCI) yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) meningkat pesat. Dari semula ke-50 pada tahun 2016, menjadi ke-42 dalam waktu satu tahun saja.
Berbagai momentum tadi dapat dimanfaatkan untuk segera menyelesaikan pembangunan KEK Tanjung Lesung. Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang patut segera diambil.
Pertama, perlunya promosi berkelas dunia. Banten Expo 2018 bisa menjadi sarananya. Gelaran bertajuk Hajat Ageng yang dibuka mulai tanggal 21 November 2018 harus dimanfaatkan sebagai sarana promosi investasi KEK Tanjung Lesung kepada para investor dunia.
Kedua, meneruskan pembangunan infrastruktur yang tertunda. Tidak bisa tidak, pariwisata membutuhkan infrastruktur penunjang. Minimal, pembangunan Jalan Tol Panser sepanjang 83,67 kilometer harus terus dikerjakan. Pasalnya, Jalan Tol ini akan mempersingkat waktu tempuh wisatawan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Tanjung Lesung, dari semula 3,5 jam menjadi 2 jam saja.
Pentingnya keberadaan akses tol tersebut, diamini oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya, saat menghadiri Festival Tanjung Lesung 2018. Ia mengatakan, saat ini pembebasan lahan terus dilakukan oleh Kementerian PUPR. Progresnya telah mencapai 45%, dan diprediksi akan selesai pada tahun 2020. Syukur-syukur apabila pembangunan Bandara Banten Selatan jadi dilanjutkan.
Terakhir, pengembangan kawasan berbasis pengalaman (experience based). Destinasi wisata yang hanya mengandalkan keindahan alam akan tertinggal. Dewasa ini, wisatawan ingin terlibat secara emosional dengan objek wisata yang didatanginya.
Bila ingin mendulang minat pelancong dalam negeri, khususnya kaum millennial, perlu juga dibangun sarana yang ikonik dan fotogenik. Sebab, viral di media sosial bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan.
Dengan ketiga langkah tadi, kita yakin prospek KEK Tanjung Lesung di masa depan akan seindah pasir putihnya. Tidak perlu jauh-jauh ke Bali. Cukup datang ke Banten, seluruh keindahan surgawi ala destinasi wisata bahari telah menanti. Semoga.
***

Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Tentang Banten yang diselenggarakan oleh Banten Expo 2018.

Sumber Foto dan Video:
No.
Jenis
Sumber
Tautan
1.
Foto
Kompas
https://travel.kompas.com/read/2014/12/18/112855027/Tanjung.Lesung.Indah.tapi.Minim.Wisatawan
2.
Video
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Republik Indonesia
https://www.youtube.com/watch?v=--ilKs_9Xzw&feature=youtu.be



Daftar Pustaka
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Republik Indonesia. 2018. KEK Tanjung Lesung, [online], (http://kek.go.id/kawasan/Tanjung-Lesung, diakses tanggal 15 November 2018).
Iswanto, D. 2018. Pembangunan KEK Tanjung Lesung Lambat, Bos Jababeka Curhat Alasannya, [online], (https://akurat.co/ekonomi/id-238475-read-pembangunan-kek-tanjung-lesung-lambat-bos-jababeka-curhat-alasannya, diakses tanggal 15 November 2018).
Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. 2018. Indonesia jumps 8 ranks : NOW at no. 42 in World Tourism Competitiveness, [online], (https://www.indonesia.travel/gb/en/news/indonesia-jumps-8-ranks-now-at-no-42-in-world-tourism-competitiveness, diakses tanggal 15 November 2018).
Merdeka. 2018. Defisit Transaksi Berjalan Melebar Jadi 3,37 Persen dari PDB, [online], (https://www.liputan6.com/bisnis/read/3693136/defisit-transaksi-berjalan-melebar-jadi-337-persen-dari-pdb, diakses tanggal 15 November 2018).
Rivai, B. 2018. Menpar: KEK Tanjung Lesung Butuh Jalan Tol & Bandara, [online], (https://travel.detik.com/travel-news/d-4233651/menpar-kek-tanjung-lesung-butuh-jalan-tol—bandara, diakses tanggal 15 November 2018).
Rosyadi, IN. 2018. Pemprov Akan Usulkan Kembali Pembangunan Bandara Banten Selatan Ke Pusat, [online], (https://mediabanten.com/pemprov-akan-usulkan-kembali-pembangunan-bandara-banten-selatan-ke-pusat/, diakses tanggal 15 November 2018).
Sekretaris Kabinet Republik Indonesia. 2015. Pidato Presiden Joko Widodo Pada Peresmian Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung di Tanjung Lesung Beach Hotel, Pandeglang, Banten, 23 Februari 2014, [online], (http://setkab.go.id/pidato-presiden-joko-widodo-pada-peresmian-kawasan-ekonomi-khusus-kek-tanjung lesung-di-tanjung-lesung-beach-hotel-pandeglang-banten-23-februari-2014/, diakses tanggal 15 November 2018).
World Bank Group. 2017. 20 Reasons Sustainable Tourism Counts for Development. World Bank Group: Washingthon DC.