Beranda

Navigation Menu

Resep Pintar Menghadapi Era Digital



“Tumben sampai malam, Pak?” tanya pengojek yang saya tumpangi sepulang kerja. Sambil menggeser status pemesanan pada aplikasi di ponselnya menjadi “sedang bersama”, ia menyodorkan helm kepada saya.
“Kok, bisa tahu, Mas?” Saya agak heran. Dari mana ia hafal jam pulang kerja saya? Rasanya saya tidak pernah mengenalinya.
“Iya Pak, saya tahu dari aplikasi ini. Menurut data di sini, saya pernah mengantar Bapak seminggu yang lalu. Rumah Bapak di Petojo, kan?
***
Percakapan singkat kami membuka sesi diskusi panjang pada malam itu. Meskipun tidak bertatap muka (karena ia menyetir, sementara saya dibonceng), kami memaksa untuk tetap bersahut-sahutan.
“Sudah lama ngojek, Mas?” Saya berusaha membalikkan keadaan. Giliran dia yang menjadi objek cecar pertanyaan.
“Lumayan, Pak. Ada kali tiga tahun.”
“Sebelumnya kerja apa?” Saya penasaran.
“Saya di bank swasta, Pak. Karena bosan dengan rutinitas, akhirnya saya ngojek saja,” jawabnya setengah berteriak melawan lengkingan klakson pengendara lain yang tidak sabaran menunggu nyala lampu hijau di persimpangan jalan ibukota.
“Memangnya enakan ngojek, Mas?” Saya masih penasaran.
“Oh jelas, Pak,” tuturnya pasti. “Sewaktu di bank, saya pergi-pagi-pulang-malam, tapi gaji ga seberapa. Kalau sekarang, waktu kerjanya semau saya. Biasanya narik dari pagi sampai siang. Habis itu makan dan istirahat di rumah sampai sore. Selepas Maghrib, baru saya keluar lagi sampai jam 9. Ini Bapak yang terakhir.”
“Pendapatannya?” Kepalang tanggung. Pertanyaan pribadi pun saya luncurkan.
“Hampir dua kali lipat gaji saya di bank. Kalau rajin, malah bisa lebih, Pak. Hehe.” Saya bisa melihat senyum lebarnya lewat kaca spion. Menandakan kepuasan diri karena ia berhasil membuat saya tak mengira.


“Kalau Bapak sudah lama kerja kantoran?” Nampaknya ia mulai jengah dan mencoba balik bertanya.
“Sudah delapan tahun, Mas. Selama itu, saya tidak hanya bertugas di Jakarta saja. Saya juga pernah ditugaskan di Bogor, Bukittinggi, Bandung, dan Manado. Lumayan, keliling Indonesia gratis,” jawab saya bangga.
“Hebat, ya?”
“Ah, tidak juga, Mas. Yang hebat, ya, yang punya kantor. Saya, mah, hanya pekerja biasa,” kilah saya.
“Tapi, saya juga punya hobi sampingan yang menghasilkan, Mas,” tutur saya tidak mau kalah. “Sama seperti pekerjaan sampeyan, hobi saya juga tidak dibatasi oleh waktu. Saya bisa bekerja semau dan sesuka hati saya. Namanya ngeblog, Mas.”
“Hah, nge-bolot?”
“Bukan nge-bolot! Ngeblog, Mas. Blogger. Itu lho, yang kerjaannya nulis artikel di website.” Saya berusaha menerangkan dengan sabar.
“Oh, penulis, ya?” Ia mencoba mencerna.
“Yah, sebelas-dua belas, lah. Kalau penulis menghasilkan buku, blogger menghasilkan blog. Dari hobi sampingan tadi, saya bisa mendapat tawaran menulis artikel, mengajar, bekerja sama dengan orang baru, menerbitkan buku, hingga memenangkan banyak lomba. Hasilnya lumayan, bisa buat beli gorengan.”
“Wah, asyik, ya?”
“Yah, seperti sampeyan. Karena hobi, maka saya jalani dengan sepenuh hati. Bangga sudah pasti. Kalau ternyata bisa menghasilkan prestasi, siapa pula yang tidak senang hati?” jawab saya penuh semringah.


Ketika saya ingin melancarkan serangan balik dan bertanya mengenai asal-usul dan usianya, tikungan terakhir mengurungkan kembali niat saya.
“Sudah sampai, Pak. Di sini, kan?” Sepertinya ia bangga bisa mengetahui dengan tepat lokasi apartemen saya tanpa melihat peta di ponselnya.
“Betul, Mas. Terima kasih, ya!” sahut saya seraya mengeluarkan selembar uang sepuluh ribu dari dompet.
“Jangan lupa bintang lima ya, Pak. Sukses selalu!” pesannya sambil menarik gas kencang-kencang. Dengan cepat ia melaju untuk kembali ke peraduannya.
Sambil menatap kilauan lampu rem sepeda motornya yang semakin memudar ditelan jarak pandang, saya bergumam dalam hati. Ternyata revolusi industri 4.0 sudah mengubah tatanan hidup banyak orang. Saya, dia, dan mungkin juga Anda yang sedang membaca artikel ini. Benar, tidak?



Ya, suka atau tidak, babak baru revolusi industri memang telah bergulir sejak beberapa tahun terakhir. Namanya revolusi industri 4.0, episode terbaru dari revolusi industri sebelumnya, 3.0.
Ciri yang paling kentara dalam revolusi industri 4.0 adalah penggunaan teknologi dalam skala yang besar. Mulai dari robot, otomasi, Internet of Things (IoT), cloud computing, big data, hingga artificial intelligence (AI). Untuk lebih jelas, silakan teliti infografis berikut ini.


Pada setiap edisi revolusi, dampak yang dihasilkan relatif sama, yaitu menghadirkan perubahan bagi banyak orang. Caranya dengan mengubah kaidah penciptaan suatu produk dan jasa dengan teknologi sebagai tulang punggungnya. Alhasil, semua menjadi serba cepat dan canggih.
Pengojek yang saya tumpangi, misalnya. Dengan bantuan big data dan cloud computing, ia mampu mengetahui dengan pasti bahwa saya adalah pelanggan yang diantarkannya satu minggu yang lalu. Melalui rekam jejak pada aplikasinya, ia pun mampu mengidentifikasi dengan tepat, bahwa saya adalah benar-benar pelanggan, bukan pembegal yang kerap beraksi di tengah malam.
Sedangkan bagi saya, teknologi yang digunakan oleh perusahaan rintisan penyedia ojek tersebut, membantu saya pulang ke rumah dengan lebih cepat dan hemat. Saya pun tidak perlu repot-repot membawa kendaraan. Hanya dengan memainkan jari, lima menit kemudian pesanan ojek sudah tiba di depan batang hidung saya.
Selain memudahkan banyak hal, revolusi industri 4.0 juga membawa segudang peluang. Lagi-lagi, percakapan saya dengan Abang Ojek bisa dijadikan contoh nyata.
Si Pengojek rela meninggalkan pekerjaan di bank swasta lantaran melihat peluang yang lebih baik. Bagi sebagian orang, termasuk saya sendiri, apa yang dilakukannya sungguh di luar dugaan. Keluar dari bank dan menjadi pengojek bukanlah keputusan yang biasa. Namun, ia mampu membuktikan bahwa menjadi seorang pengojek bisa lebih sejahtera ketimbang seorang staf di bank swasta.
Dari kisahnya, setidaknya ada dua hal yang ia dapatkan. Pertama, kebebasan waktu bekerja. Dengan beralih profesi menjadi pengojek, ia bisa menata jam kerjanya sendiri. Ia pun bisa menentukan waktu menjemput rezekinya secara mandiri. Berbeda dengan ketika ia masih menjadi karyawan bank yang jam masuknya (bukan pulangnya, ya!) sudah ditentukan dengan pasti.
Kedua, pendapatan yang dihasilkan dua kali lebih besar, meskipun dengan waktu kerja yang relatif fleksibel. Ia juga bisa makan dan tidur dengan tenang, kala siang hari menjelang. Hanya bermodalkan keahlian mengendarai sepeda motor dengan baik dan benar, ia mampu mengalahkan masa lalunya sendiri.
Bagi saya, sama saja. Blogging membuat hidup saya jadi lebih berwarna. Ada cakrawala baru yang bisa saya nikmati, ketimbang stress dengan rutinitas pekerjaan di kantor. Saya bisa terus mengasah kemampuan dan menyalurkan hobi, sambil menikmati berbagai peluang dari menulis dalam jaringan internet.
Yang paling utama, saya bisa melakukan hobi yang menghasilkan. Bukan melulu kilauan materi, tetapi juga deretan prestasi. Alhamdulillah, hingga saat ini sudah puluhan kali saya menjuarai lomba menulis. Saya juga berkesempatan tampil di depan banyak orang untuk berbagi ilmu kepenulisan. Contohnya bisa kalian lihat di bawah ini.


Bagaimana? Keren, kan? Hehehe.
Namun demikian, bukan berarti revolusi industri tidak punya tantangan. Kita harus pintar-pintar menghadapi era digital seperti sekarang. Salah melangkah, bisa-bisa kita tertinggal jauh di belakang. Maka, semestinya kita berbenah diri bila tidak mau terlibas dalam persaingan yang super ketat.
Satu hal yang pasti, zaman sekarang menuntut kita untuk memiliki keahlian. Iya, keahlian. Keahlian apapun bisa kalian asah dan manfaatkan demi meraih peluang. Misalnya keahlian mengendarai sepeda motor untuk pengojek daring. Atau keahlian menulis dan meramu konten bagi seorang blogger.
Singkatnya, menata diri menjadi kunci untuk mengatasi segala tantangan yang menerjang. Tidak bisa tidak, apabila kalian tidak ingin tertinggal.
Nah, pada artikel ini, saya akan berbagi lima resep pintar dalam menghadapi era digital. Silakan seduh kopi atau teh terlebih dahulu. Tambah camilan atau sambil selonjoran juga boleh. Kalau sudah siap, mari kita telaah satu per satu.



Ada sebuah peribahasa yang patut direvisi pada zaman sekarang. Bila dahulu kita mengenal “Mulutmu, harimaumu”, kini sudah berbeda. “Mulut dan jarimu adalah harimaumu”. Salah memainkan jari ketika mengetik di ranah publik, maka citra diri yang akan menjadi taruhannya.
Ya, media sosial kini sudah menjadi gerbang bagi siapa saja untuk menangkap berbagai peluang. Bisnis kuliner rumahan bisa memajang foto-foto produknya lewat akun Instagram. Influencer atau buzzer bekerja dengan memanfaatkan tagar dan followers di akun Twitter.
Berbagai perusahaan besar pun berlomba-lomba menjadikan media sosial sebagai sarana interaksi dengan pelanggan. Tujuannya, tentu saja agar produknya semakin lekat di batok kepala orang-orang. Lembaga pemerintah dan wakil rakyat juga kerap memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk membuat dan mengomunikasikan kebijakan.


Peran media sosial memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab Hootsuite dalam laporan bertajuk Digital 2019 in Indonesia menyebutkan bahwa saat ini ada 150 juta pengguna sosial media aktif di Indonesia. Dalam sehari, rata-rata waktu yang dihabiskan oleh orang Indonesia untuk bermedia sosial adalah sekitar 3,5 jam!
Begitu pentingnya media sosial mengharuskan penggunanya untuk tetap berhati-hati. Sebab salah sebar informasi bisa berujung tudingan hoaks atau pemblokiran. Keliru curhat dan mengeluh berlebihan di media sosial bisa mengundang gunjingan. Wong, yang benar saja bisa jadi salah, apalagi yang jelas-jelas salah?
Bagi kaum milenial, media sosial kini layaknya potret diri. Kita adalah apa yang kita tayangkan (posting). Ini memengaruhi banyak hal, misalnya ketika hendak melamar kerja.
Berbagai perusahaan sudah tidak membutuhkan biodata (CV) panjang-panjang. Cukup dengan meneliti akun media sosial kalian, maka para data scientist akan menyajikan beragam fakta yang menentukan layak atau tidaknya kalian bekerja.
Bagi seorang freelancer sama saja. Salah tayang atau keliru berucap di media sosial, bisa berujung viral. Alhasil, tawaran pekerjaan dari agensi menjadi berkurang dan pendapatan akan semakin terancam. Kita tidak ingin begitu, kan?
Oleh karena itu, kuncinya adalah mengendalikan diri. Saring sebelum sharing, teliti sebelum tayang. Jangan melulu pakai nafsu. Gunakan pula otak kalian untuk menentukan kebenaran konten yang ingin disebarkan. Setuju?



Seperti yang telah saya singgung, keahlian atau skill sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. Dalam lingkup yang terbatas, keahlian yang terkesan “sederhana” bisa jadi sangat berguna bila ditekuni dengan cara yang istimewa.
Bila Anda jago memasak, maka jangan takut memajang foto sajian yang Anda buat di dunia maya. Karena siapa tahu ada yang mengajak kerja sama membuka bisnis kuliner, atau ditawari pekerjaan menjadi koki di restoran bintang lima.
Demikian halnya bila Anda ahli memainkan jari di tubuh orang. Jangan salah sangka, maksudnya memijit, ya! Coba kita terka, berapa banyak pemijit yang bisa menghidupi dirinya lewat layanan pesan antar pada aplikasi di ponsel? Dengan teknologi, para pemijit bisa mendapat rezeki dari arah yang tak pernah ia duga.


Itu baru dua contoh sederhana. Belum berbagai keahlian mentereng lainnya seperti data scientist, social media experts, digital entrepreneur incubator, payment systems analyst, dan sebagainya. Tentu keahlian seperti ini sangatlah dibutuhkan pada era digital. Sebab jangankan yang rumit, yang sederhana saja bisa laris di pasaran. Iya, kan?
Oleh karena itu, jangan pernah takut untuk memilih keahlian yang cocok dengan diri kalian. Lakukan secara benar dan tekuni dengan gigih. Multitasking, pada beberapa kondisi, memang tetap diperlukan. Akan tetapi, sebaiknya jadilah ahli dalam satu bidang terlebih dahulu, baru kemudian menekuni bidang yang lainnya.
Ingat-ingat pesan saya. Selain menggigit kuping sendiri, semua bisa dilakukan pada era digital.



Ada satu hal yang patut kalian ketahui untuk menghadapi tantangan pada era industri 4.0. Kita tidak bisa lagi berjalan sendirian, melainkan harus saling merangkul dan bergandeng tangan. Singkatnya, kolaborasi!
Supaya mudah dicerna, saya kasih contoh nyata. Ini merupakan pengalaman saya pribadi, bukan hanya sekadar teori.
Tiga bulan lalu saya mengadakan lomba menulis yang saya namai dengan “Kompetisi Blog Nodi”. Tujuannya ingin berbagi kepada bloggers di Indonesia, sekaligus mengembangkan dunia literasi di dalam negeri.
Singkat cerita, saya ingin kompetisi ini berjalan dengan mulus. Mulai dari persyaratan, jangka waktu penyelenggaraan, hingga tata cara penilaian. Maka, saya pun tidak bisa berjalan sendirian. Pengalaman saya minim, karena ini merupakan kompetisi pertama yang saya selenggarakan secara mandiri.


Alhamdulillah, ada tiga orang ternama yang berkenan membantu saya. Ketiganya bertugas sebagai juri, sekaligus teman bertukar pikiran untuk mencari solusi apabila ada kendala selama kompetisi berlangsung. Mereka adalah Khrisna Pabichara, Joe Candra, dan Nabilla DP.
Hasilnya sungguh di luar dugaan. Kompetisi Blog Nodi diikuti oleh 438 peserta dari seluruh Indonesia! Saya senang bukan kepalang. Sebab meski hadiahnya mungkin tidak terlalu istimewa, akan tetapi atensi blogger sungguh luar biasa. Tidak kalah dengan kompetisi yang diadakan oleh perusahaan ternama, padahal yang mengurus hanya empat orang saja.
Pengalaman tersebut menambah tebal keyakinan saya. Bila ingin #BuildSuccessOnline, maka kolaborasi menjadi kunci utama. Rumusnya sudah kita ketahui: silaturahmi memperpanjang rezeki. Maka, silakan bersilaturahmi dengan siapa saja yang berpikiran positif bila ingin mendulang banyak rezeki.



Kunci keempat adalah jangan cepat berpuas diri. Sebab puas sejatinya sangat lekat dengan malas. Sebaliknya, bila kita selalu haus, maka gairah belajar akan terus menyala.
Untungnya era industri 4.0 memudahkan kita dalam mempelajari banyak hal. Mau jadi YouTuber, misalnya. Maka Anda bisa belajar dari video tutorial mengedit video yang banyak berserakan di berbagai channel YouTube. Cukup bermodal kuota data dua giga, maka niscaya kalian bisa belajar langsung dari ahlinya.
Demikian halnya dengan seorang blogger. Bila ingin mempercantik konten dengan sentuhan infografis, maka ia bisa mencari artikel yang relevan di Google. Saat membutuhkan data, ia bisa mencari di berbagai situs penyedia data. Atau tatkala ingin belajar teknik memotret gambar, maka ia pun bisa memelototi foto-foto kece di banyak akun Instagram.


Dunia bisnis juga sama. Ketika ingin memulai bisnis kopi, maka kalian bisa belajar dari kisah sukses pebisnis kopi pada halaman pertama mesin pencarian. Mulai dari siapa pemasoknya, bagaimana cara memasarkannya, hingga berapa modal dan keuntungannya, semua bisa kalian temukan lewat bantuan internet. Mudah, bukan?
Kalau sudah begitu, yang tersisa tinggal satu, yaitu kemauan. Bila sifat itu kalian tanamkan di dalam diri, maka ilmu akan datang dengan mudah. Sebaliknya juga demikian. Kalau malas, ya mohon maaf, ujung-ujungnya kalian akan terlibas.



Kunci terakhir adalah promosi. Percuma bila kalian sudah memiliki keahlian namun tidak pandai mempromosikan diri. Blogger berprestasi pun butuh laman berjudul “portfolio” atau “achievement” untuk menyajikan rekam jejaknya. Supaya dunia tahu betul kita ini sebenarnya siapa dan apa keahlian yang membuat kita berbeda.
Lembaga riset IDN Research Institute dalam Indonesia Millenial Report 2019 menjelaskan bahwa 70% kalangan milenial Indonesia mengakses informasi lewat media digital. Artinya, media digital adalah sarana promosi yang paling efektif. Oleh karena itu, peran website menjadi sangat penting untuk meraih kesuksesan pada era revolusi industri 4.0.


Bicara mengenai website, tentu kita harus memerhatikan kualitas layanan dari penyedia hosting. Salah memilih, ujung-ujungnya bisa merugi. Misalnya ketika loading time website menjadi lama, spam yang tidak tersaring dengan baik, biaya yang kemahalan, atau keluhan yang tidak ditindaklanjuti dengan benar. Tentu kita tidak ingin seperti itu, bukan?
Oleh karena itu, saya menyarankan kalian cermat dalam memilih penyedia hosting. Pilihlah penyedia Hosting Terbaik seperti Niagahoster. Karena ada empat keunggulan yang bisa kalian manfaatkan demi meraih impian. Kalian bisa tilik infografis di bawah ini.


Pertama, Niagahoster memberikan garansi harga termurah, tetapi dengan fasilitas yang sangat mewah. Hanya dengan Rp8.000 per bulan, kalian sudah bisa membeli Paket Bayi dengan fitur unlimited bandwidth, databases, dan SSL.
Bila mau lebih lengkap, kalian juga bisa memilih tiga paket lainnya, yaitu Pelajar (Rp38.900 per bulan), Personal (Rp23.807 per bulan), dan Bisnis (Rp84.564 per bulan). Ketiganya telah dilengkapi dengan fitur domain gratis. Selengkapnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.


Kedua, Niagahoster memberikan dukungan terbaik bagi kalian. Semua kebutuhan yang berkaitan dengan website, bisa disediakan oleh penyedia hosting besutan PT Web Media Technology Indonesia ini. Mulai dari Web Hosting, Cloud VPS, WordPress Hosting, Email Hosting, Registrasi Domain, hingga Sertifikat SSL.
Bagi kalian yang awam dengan website tetapi ingin mengembangkan bisnis secara digital, Niagahoster juga menyediakan jasa pembuatan website. Jangan khawatir gagal, karena sudah lebih dari 500 pelanggan telah mempercayakan website-nya diracik oleh Niagahoster.
Ketiga, Niagahoster memberikan rasa aman dan nyaman. Sebab rasio server uptime-nya mencapai 99,98%. Artinya, kalian hampir tidak akan menjumpai kendala server bila menggunakan jasa hosting di Niagahoster.
Terakhir, ini yang paling penting. Niagahoster memberikan garansi 30 hari uang kembali bila kalian tidak puas dengan layanan yang diberikan. Coba saja dulu. Bila kurang berkenan, maka Niagahoster akan mengembalikan picis kalian.
Dengan empat keunggulan di atas, maka Niagahoster bisa menjadi partner yang tepat dalam mempromosikan diri di media digital. Bila ingin tahu lebih lanjut tentang Niagahoster, maka kalian bisa kunjungi website-nya di sini, atau simak videonya berikut ini.




Revolusi industri 4.0 menjadikan kehidupan serba digital. Ada banyak kemudahan yang bisa kita dapatkan lewat teknologi dan digitalisasi. Mau apa saja, cukup mainkan ibu jari.
Namun, era digital juga memberikan segudang tantangan yang harus kita hadapi. Bila tidak pintar-pintar menghadapinya, bisa-bisa kita malah gigit jari. Keahlian saja tidak cukup, karena cara mempromosikan diri juga bisa menentukan rezeki dan prestasi.
Akhir kata, semoga lima resep pintar yang saya urai bisa membuat kalian tidak lekas berpuas diri dan terus belajar lagi. Juga menjadikan kalian pandai menangkap peluang dengan terus berkolaborasi. Jangan lupa, selalu berdoa kepada Yang Maha Pemberi Rezeki.
Maka, segeralah berbenah diri dan selamat menghadapi era digital, Kawan Pintar!
***
Artikel ini diikutsertakan dalam Niagahoster Blog Competition yang diselenggarakan oleh Niagahoster. Informasi mengenai kompetisi ini telah disebar melalui akun Twitter dan Facebook penulis.
Foto, gambar, ikon, vektor, dan grafis bersumber dari koleksi pribadi, Niagahoster, dan situs langganan berbayar Envato Market, di mana penulis terdaftar sebagai anggotanya dan memiliki hak untuk menggunakannya. Setiap gambar yang ditampilkan dalam artikel ini diolah secara mandiri oleh penulis. Sedangkan video bersumber dari channel YouTube Niagahoster.

8 comments:

  1. Wah totalitas banget nih Masnya, semoga dapat yang terbaik ya ? amin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin Ya Rabb. Terima kasih, Mas Amir. Saya juga berdoa hal yang sama untuk Mas Amir. Salam hangat.

      Delete
  2. Mantap mas tips nya, resep ini harus harus diketahui setiap blogger, kalau sebelum sharing itu disaring dulu ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Kakak. Salah sharing bisa berujung hoaks atau pemblokiran akun. Hehe.

      Terima kasih sudah mampir kemari. Salam hangat.

      Delete
  3. Selalu betah baca tulisan Mas, berbobot menginspirasi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir kemari, Mas. Semoga bermanfaat dan salam hangat.

      Delete
  4. Keren ! coba tebak apa maksud dari kata tersebut ? hehehe

    ReplyDelete