Beranda

Navigation Menu

Menebar Kebaikan Lewat Aksi Kerelawanan


"No one is useless in this world who lightens the burdens of others."
~ Charles Dickens, Penulis 

*** 

Rasa salut sekaligus iba mengetuk hati saya ketika membaca berita di salah satu media daring ternama. Chen Lingyu, warga asal Wuhan, Tiongkok, memutuskan untuk menjadi relawan saat wabah virus Corona menyerang kampung halamannya. Wanita berusia 28 tahun itu rela meninggalkan pekerjaannya di salah satu perusahaan garmen demi menjadi sopir medis gratis di rumah sakit Qiaokuo. 

Saat ditanya apa yang membuat hatinya tergerak, Chen hanya menjawab sederhana. “Saya mencintai Wuhan, apa pun kondisinya. Terlebih dalam situasi buruk seperti ini, saya harus membantu sekuat tenaga.”


Sejak virus Corona muncul pada akhir 2019, kepanikan sontak melanda seluruh dunia. Keterlambatan pemerintah Tiongkok dalam mengumumkan dan mengantisipasi keberadaan virus mematikan ini menyebabkan laju penularan terjadi secepat kilat. Tidak hanya warga Tiongkok, COVID-19 juga menyerang warga negara lain di dunia, termasuk Indonesia. 

Situasi di Wuhan, daerah yang diduga menjadi asal-muasal virus Corona, lebih mencengangkan. Transportasi umum seperti bus dan kereta bawah tanah dikabarkan tidak lagi beroperasi. Aktivitas ekonomi lumpuh, rasa takut merebak di setiap sudut rumah. Warga diminta tidak meninggalkan tempat tinggalnya demi mencegah penularan lebih lanjut. 

Upaya pemerintah Tiongkok membangun rumah sakit dadakan demi merawat pasien dan menemukan vaksin tampaknya belum membuahkan hasil, setidaknya sampai saat ini. Pasien terus berjatuhan, hingga menyentuh angka 77.794 pada 22 Februari 2020. Sebanyak 2.359 di antaranya bahkan telah dinyatakan meninggal dunia.


Di tengah kondisi yang mencengangkan, Chen sama sekali tidak gentar. Tatkala yang lain berlindung di balik dinding rumah, ia rela wara-wiri demi membantu meringankan kesulitan warga. Ketika yang lain panik dan menutup diri, ia sudi beralih profesi hingga virus Corona lenyap dari muka bumi. 

Yang menarik, Chen bukanlah seorang filantropis. Bukan pula tenaga medis seperti dokter ataupun suster. Akan tetapi, keterbatasan itu tidak menjadikannya enggan dalam mengulurkan tangan. Apa pun rela ia kerjakan, termasuk menjadi sopir, asalkan bisa membantu saudara sebangsanya yang tengah berjuang melawan virus Corona di Wuhan. 

Keikhlasan Chen dalam membantu sesama memang patut diacungi jempol. Situasi luar biasa seperti wabah virus Corona semestinya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga setiap warga negara. Sebab sekecil apa pun bantuan yang kita salurkan, pasti akan meringankan beban saudara kita yang terjangkit virus Corona. 

Jadi, bisa dibayangkan apabila sikap mulia Chen bisa tertanam dalam diri banyak orang. Gerakan kerelawanan yang dilakukan secara bersama-sama pasti punya dampak positif yang lebih besar ketimbang dilakukan seorang diri. Sebab kita paham, sesulit apa pun cobaan menghadang, pasti akan terasa ringan bila dipikul oleh banyak tangan. 


Gerakan Kerelawanan Atasi Permasalahan Bangsa 

Situasi sulit seperti di Tiongkok bisa saja terjadi pada bangsa lain di dunia, termasuk Indonesia. Tidak hanya wabah virus Corona, kita juga perlu arif dalam menyikapi berbagai bencana ataupun permasalahan yang berpotensi terjadi di negara kita. 

Banjir, misalnya. Curah hujan tinggi yang terjadi sejak awal tahun ini menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor di sejumlah daerah. Mulai dari Jakarta, Bogor, Bandung, Depok, Banten, hingga Karawang. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat paling tidak ada lebih dari 409 ribu warga terdampak banjir Jabodetabek. Dari jumlah tersebut, sebanyak 47 di antaranya harus meregang nyawa. 

Tidak hanya di Jabodetabek, beberapa hari lalu Penajam Paser Utara tidak luput dari musibah banjir. Sedikitnya 379 warga calon ibukota negara itu terdampak banjir. Meskipun tidak ada korban jiwa, infrastruktur penting seperti jembatan antarkecamatan dilaporkan putus. Hal ini menyebabkan proses evakuasi dan bantuan dari pemerintah daerah dan relawan sempat terhambat.


Di satu sisi, kita paham bahwa bencana banjir yang melanda bangsa kita memang bisa dimitigasi. Pengelolaan air dan sampah yang baik adalah salah satu di antaranya. Namun di sisi lain, korban yang telanjur tertimpa bencana juga perlu mendapat pertolongan dengan cepat. Jika tidak, jumlah korban pasti akan bertambah banyak. 

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, memang punya kewajiban melindungi segenap warganya, terlebih saat bencana datang. Akan tetapi, sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, kita juga punya obligasi yang sama tatkala mendengar saudara kita sedang tertimpa bencana. 

Seperti kisah Chen di Wuhan, sudah seyogianya kita mengulurkan tangan untuk membantu mereka yang bernasib malang. Yang punya harta berlebih, silakan transfer uang ke rekening bantuan bencana. Yang punya pangan berlimbah, silakan kirim ke posko bencana atau tenda darurat terdekat. 

Andaipun tidak punya harta atau bahan makanan berlebih, kita juga bisa berkontribusi dengan menyumbang tenaga. Membantu memperlancar proses evakuasi korban, menjadi koki di dapur umum darurat, atau bergotong-royong membersihkan saluran air yang tersumbat. Ingat, sekecil apa pun bantuan kita, pasti bernilai besar bagi mereka yang tertimpa bencana.


Dalam skala yang lebih luas, kita juga bisa mendirikan atau ikut bergabung dalam komunitas atau gerakan kerelawanan. Selain lebih terukur dan terencana dibanding bertindak sendirian, gerakan kerelawanan juga merupakan sarana bertukar pikiran dan berbagi pengalaman antaranggota. Dengan begitu, pepatah “berat sama dipikul ringan sama dijinjing” benar-benar bisa terwujud. 

Oleh karena itu, gerakan kerelawanan adalah solusi dalam mengatasi permasalahan bangsa, seperti bencana alam. Sebab kita tahu, bencana yang terjadi bukan hanya menyengsarakan korban saat terjadi bencana, tetapi juga berpotensi mengancam kelangsungan hidup dan kesejahteraan korban pascabencana. 

Pada hakikatnya, gerakan kerelawanan memiliki berbagai fungsi penting untuk kita cermati lebih dalam. Paling tidak, ada lima hal yang menjadi alasan mengapa gerakan kerelawanan bisa mengatasi berbagai persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara.


1. Memupuk Sikap Gotong-Royong Antarumat Manusia 

Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Sebagai makhluk sosial, sudah menjadi kodrat manusia untuk saling tolong-menolong. Oleh sebab itu, gerakan kerelawanan menjadi wadah yang tepat untuk memupuk sikap gotong-royong. 

Bahu-membahu menolong orang yang tengah dilanda musibah adalah hal mulia yang bisa dilakukan seorang relawan tatkala mengikuti gerakan kerelawanan. Lagi pula, sikap gotong-royong merupakan identitas bangsa Indonesia. Dengan begitu, tujuan penanganan bencana atau misi kemanusiaan lainnya dapat berjalan secara optimal.


Seorang relawan yang gemar bergotong-royong membantu sesama, pasti memiliki semangat kerja sama yang baik pula. Nah, semangat itu pada akhirnya tidak hanya berguna saat menolong korban bencana, tetapi juga bermanfaat untuk kehidupan bermasyarakat. Saling asah, saling asuh, dan saling asih, adalah karakter mulia yang bisa menjadikan negeri kita tercinta semakin berjaya. 


2. Menghilangkan Kesenjangan Sosial 

Nilai luhur kedua yang dikandung oleh gerakan kerelawanan adalah menghilangkan kesenjangan sosial. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kesenjangan sosial dapat memicu terjadinya tindak kejahatan dan kriminalitas. Apabila ketimpangan ini dapat dipapas, kehidupan bermasyarakat tentu akan semakin harmonis. 

Salah satu upaya menghilangkan kesenjangan sosial adalah memperbanyak gerakan kerelawanan. Dengan menjadi relawan, kita akan menjadi pribadi yang terbiasa membantu sesama. Tatkala melihat orang lain kesulitan, kita akan segera menolong tanpa rasa ragu dan segan.


Sikap tolong-menolong seperti itulah yang akan menghilangkan kesenjangan sosial. Seorang kaya tidak akan segan-segan mendonasikan sebagian hartanya kepada orang lain yang sedang tertimpa musibah. Seorang yang punya tenaga berlebih tidak akan ragu-ragu mengulurkan tangan kepada mereka yang lemah. Sikap-sikap ksatria seperti itulah yang akan menghilangkan kesenjangan sosial. 


3. Mengasah Keahlian dan Keterampilan 

Di tengah kondisi bencana, seorang relawan dituntut untuk selalu cekatan dan tanggap ketika menolong orang lain. Situasi seperti inilah yang biasanya memaksa relawan untuk menguasai keterampilan atau keahlian tertentu. Supaya tugas kemanusiaan yang dikerjakan bisa berjalan dengan baik dan lancar. 

Menolong korban banjir, misalnya. Paling tidak, seorang relawan harus bisa berenang. Jika tidak, Si Relawan justru malah berpotensi menjadi korban. Kalau keahlian seperti ini tidak diindahkan, Sang Penolong akan berubah status menjadi Yang Ditolong. Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi. 

Maka dari itu, kita harus paham betul keterampilan apa yang harus dimiliki ketika berniat menjadi relawan. Salah satu cara terbaik untuk mempersiapkan diri menjadi seorang relawan adalah dengan mengikuti program pelatihan dan pendidikan kerelawanan, seperti yang diadakan oleh Sekolah Relawan.


Lembaga sosial kemanusiaan yang beralamat di Jl. Sawi No.139, Depok itu memang fokus di bidang edukasi kerelawanan. Saat ini, ada empat program edukasi yang bisa diikuti. Mulai dari Emergency Situation Training, Volunteer Management Training, Disaster Leadership Training, hingga Program Orientasi Relawan. 

Melalui berbagai program edukasi kerelawanan tersebut, Sekolah Relawan akan membekali para relawan untuk selalu waspada ketika tengah melakukan aksi sosial. Lulusannya akan menguasai keterampilan dan keahlian menolong orang, sehingga bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari maupun ketika menjalankan aksi kemanusiaan. 


4. Mempererat Tali Silaturahmi 

Patut disadari, menolong orang lain memaksa kita melakukan interaksi sosial. Saat aksi kemanusiaan berlangsung, terjadi komunikasi dua arah antara relawan dan korban. Hal ini akan memaksa kita untuk saling berkenalan. Yang semula tidak kenal, lambat laun menjadi akrab. Yang tadinya acuh tak acuh, sekarang jadi peduli satu sama lain.


Maka dari itu, gerakan kerelawanan akan mempererat tali silaturahmi di antara masyarakat. Bukan hanya dirasakan saat penanggulangan bencana, sikap guyub dan rukun akan tertanam sekalipun kondisi sudah normal kembali. Dengan demikian, hubungan masyarakat akan senantiasa terjaga dengan baik. 


5. Mempercepat Penyaluran Bantuan dan Pertolongan 

Faktor terakhir yang menjadi alasan mengapa gerakan kerelawanan sangat penting adalah kecepatan. Ketika bencana terjadi, korban pasti memerlukan bantuan dan pertolongan dengan cepat. 

Dibanding bergerak sendiri-sendiri, gerakan kerelawanan akan menyalurkan bantuan dan pertolongan ke daerah terdampak bencana secara lebih cepat. Dengan begitu, jumlah korban terdampak bencana dapat diminimalisasi. 

Memang benar, sudah ada satuan aksi kemanusiaan negara seperti Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP), atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tim SAR. Namun demikian, akan lebih baik apabila seluruh lapisan masyarakat bahu-membahu menolong korban bencana tanpa pandang bulu. Hal ini tentu akan semakin meringankan beban penderitaan yang tengah dialami korban bencana. 

Selain itu, gerakan kerelawanan pada umumnya memiliki program aksi cepat tanggap. Program ini sangat penting dalam konteks penanggulangan bencana. Penyebaran informasi tentang peristiwa bencana pun akan berlangsung secara cepat. Ini akan memudahkan relawan dalam menggalang dana kemanusiaan maupun menyusun rencana aksi sosial.


Tidak hanya penanggulangan bencana, gerakan kerelawanan pada umumnya juga memiliki program donasi atau santunan. Social Disaster Rescue (SDR), misalnya. Satuan relawan khusus dari Sekolah Relawan yang dilatih untuk menjalankan aksi kemanusiaan ini mempunyai sejumlah program sosial. 

Salah satu contoh aksi baik yang dilakukan oleh SDR adalah program Free Food Car. Melalui program ini, kaum dhuafa, fakir, miskin, yatim, dan musafir bisa mendapat makanan yang telah disediakan di mobil keliling secara gratis. Program kemanusiaan ini bertujuan untuk membantu asupan pangan dan nutrisi bagi mereka yang kurang beruntung. 

Selain Free Food Car, masih banyak program sosial kemanusiaan yang diselenggarakan oleh SDR. Beberapa di antaranya adalah Food Box (penyediaan kotak makan di showcase masjid), Ketuk Berkah (pemberian sembako bagi janda, yatim piatu, dan dhuafa), Respon Sosial (bantuan sosial kemasyarakatan atas dasar laporan/aduan masyarakat), dan Paperles (pemberian donasi perlengkapan sekolah bagi anak yatim dan dhuafa). 


Saatnya Jadi Relawan 

Persis seperti kalimat Charles Dickens yang mengawali artikel ini, seseorang tidak akan sia-sia ketika meringankan beban orang lain. Dengan membantu sesama, kita akan belajar bagaimana cara berempati atas kesulitan dan penderitaan yang dialami oleh orang lain. Dengan menolong sesama, kita turut menciptakan interaksi sosial yang harmonis di antara masyarakat. 

Maka dari itu, jangan pernah ragu untuk mendaftarkan dirimu sebagai relawan. Karena sejatinya keberadaan kita di dunia akan lebih bermakna bila dirasakan manfaatnya oleh banyak orang. Semakin banyak gerakan kerelawanan, semakin banyak pula permasalahan sosial-kemanusiaan di bangsa ini yang bisa dipecahkan.


Jadi, bagaimana? Sudah tertarik bergabung menjadi relawan? Kalau iya, kamu bisa mengisi formulir pendaftaran relawan milik Sekolah Relawan di sini. Akhir kata, semoga kita semua termasuk ke dalam barisan orang-orang yang gemar mengulurkan tangan. [Adhi] 

*** 

Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Parade Inspirasi Relawan 2020 yang diselenggarakan oleh Sekolah Relawan. Gambar bersumber dari Sekolah Relawan dan berbagai portal berita nasional. Video bersumber dari saluran YouTube milik Sekolah Relawan. Sedangkan olah grafis dilakukan secara mandiri oleh penulis. 


Referensi: 

[1] World Health Organization. 2020. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 33. World Health Organization. 

[2] Sekarwati, Suci. 2020. Virus Corona Menyebar, Perempuan Ini Berani Jadi Relawan [daring], (https://dunia.tempo.co/read/1306757/virus-corona-menyebar-perempuan-ini-berani-jadi-relawan/full&view=ok, diakses tanggal 23 Februari 2020). 

[3] Savitri, Eva. 2020. BNPB: 409 Ribu Warga Terdampak Banjir di Jabodetabek, Terbanyak di Bekasi [daring], (https://news.detik.com/berita/d-4845069/bnpb-409-ribu-warga-terdampak-banjir-di-jabodetabek-terbanyak-di-bekasi, diakses tanggal 23 Februari 2020). 

[4] CNN Indonesia. 2020. Banjir Kembali Landa Ibu Kota Baru, 379 Jiwa Terdampak [daring], (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200218180529-20-475849/banjir-kembali-landa-ibu-kota-baru-379-jiwa-terdampak, diakses tanggal 23 Februari 2020).

0 komentar: