Beranda

Navigation Menu

Baru Diterima Kerja? Ini Kiat #CerdasDenganUangmu Agar Tak Lagi Merepotkan Orangtua


Tanggal 25. Bagi sebagian besar pekerja kantoran, tanggal tersebut adalah saat-saat yang istimewa. Ya, karena itulah saatnya rekening tabungan kita bertambah sesuai dengan besarnya gaji bulanan. Nikmat lagi menyenangkan.
Ibarat kucuran air di padang pasir, tanggal 25 seakan menjadi pelepas dahaga setelah sebulan lamanya bekerja keras. Daftar kebutuhan dan keinginan yang sudah lama diidam-idamkan, akhirnya dapat segera dipenuhi. Sebut saja gawai model terkini, baju baru, atau sekadar nongkrong bersama teman-teman di kedai kopi yang baru dibuka minggu lalu.
Akan tetapi, pernahkah kalian malah merasakan hal yang sebaliknya? Saya pernah.
Delapan tahun lalu, ketika menjalani tahun pertama bekerja, saya merasa gundah gulana setiap bertemu dengan tanggal 25. Gaji yang baru saja masuk di rekening tabungan terasa semu dan sementara. Pasalnya, saya harus membayar berbagai macam cicilan, mulai dari mobil, kartu kredit, hingga biaya kos-kosan.
Setelah membayar, saldo tabungan yang tersisa hanya berkisar antara Rp500 ribu—Rp700 ribu saja. Boleh dibilang jumlah segitu sangatlah pas-pasan untuk hidup selama sebulan di Bandung, tempat saya bekerja kala itu. Alhasil, seminggu kemudian saya harus meminta tambahan uang jajan kepada orangtua.
Saya pun masih menyisakan sebagian besar tagihan kartu kredit. Sebab, saya hanya sanggup membayar tagihan minimumnya saja, yakni 10% dari total tagihan. Semata-mata agar terhindar dari predikat “Dalam Perhatian Khusus”, yang berarti menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga kartu kredit hingga 90 hari ke depan.
Padahal kalau boleh jujur, gaji saya saat itu sudah di atas Upah Minimum Regional (UMR). Artinya, seharusnya saya bisa hidup lebih sejahtera dan mandiri tanpa merepotkan orangtua.
Kalau kalian bagaimana? Adakah di antara kalian yang pernah mengalami hal yang serupa? Masih meminta tambahan uang kepada orang tua karena gaji hanya mampir sekejap saja?
Tiga tahun kemudian, barulah saya menyadari ternyata ada yang salah dengan cara saya mengelola uang. Nah, supaya kalian tidak merasakan hal yang sama, saya akan berbagi kiat #CerdasDenganUangmu khususnya bagi kalian yang baru pertama kali bekerja agar tak lagi merepotkan orangtua.

Mengatur Gaya Hidup demi Menekan Pengeluaran

Mengatur gaya hidup merupakan perkara yang mudah diucapkan namun terkadang sulit untuk dilakukan. Terutama bagi kalian yang tinggal di kota besar. Godaan untuk hangout ke kafe bersama teman-teman atau hasrat memiliki gadget mahal, memang terasa sangat sulit untuk ditepikan. Lebih-lebih ketika kita baru gajian.
Namun, gaya hidup yang berlebihan ternyata menjadi penyebab nomor satu terkurasnya dompet kalian. Bahkan tak jarang ada yang sampai terlilit hutang karena hanya ingin dipandang orang.
Sesekali cobalah hitung, berapa banyak uang yang kalian habiskan untuk nongkrong di coffee shop kekinian? Bila uang tersebut kalian tabungkan, jadinya lumayan, bukan?
Oleh karena itu, belajarlah untuk menjalankan pola hidup sederhana. Yakni, pola hidup yang sesuai dengan kebutuhan dan pendapatan kalian. Karena gaya hidup seperti inilah yang akan menekan pengeluaran dan membuat hidup kalian lebih sejahtera.
Yang menarik, ternyata pola hidup sederhana sudah menjadi kebiasaan orang-orang kaya di dunia. Pola hidup seperti ini bahkan menjadikan mereka semakin kaya raya. Seperti Mark Zuckerberg (pendiri Facebook), Charles Ergen (pendiri DISH Network), dan Ingvar Kamprad (pendiri IKEA).
Nah, seperti apa gaya hidup sederhana ala orang terkaya di dunia? Dilansir dari MoneySmart, ada tiga kebiasaan orang-orang kaya yang bisa kalian ikuti saat baru pertama kali bekerja. Yakni tidak malu membawa bekal makanan dari rumah, memilih transportasi umum atau kendaraan biasa, dan membeli barang karena fungsinya.
Selengkapnya dapat kalian lihat pada infografik di bawah ini, atau klik di sini untuk membaca artikelnya.


Memiliki Impian Sebagai Motivasi Menabung
Apa impian kalian ketika sudah bekerja? Menikah, punya rumah, memiliki mobil mewah, atau traveling ke luar negeri? Pastinya semuanya membutuhkan uang, bukan?
Setiap orang pasti memiliki impian. Bedanya, hanya sedikit orang yang benar-benar mau bangun dari mimpinya untuk kemudian berusaha mewujudkan. Supaya tidak sekadar menjadi bunga tidur semata, maka tulislah mimpi kalian sebagai motivasi untuk menabung. Bila perlu, gunakanlah cara-cara unik yang berada di luar kebiasaan.
Sebagai contoh, saat ini saya punya dua impian, yakni memiliki usaha franchise minimarket dan melanjutkan pendidikan istri hingga jenjang pascasarjana. Kedua impian tersebut saya tulis pada kaleng yang saya fungsikan sebagai tabungan. “Otak” untuk dana pendidikan istri, serta “Alfamart” untuk tabungan franchise minimarket.

Kedua kaleng tersebut kemudian saya isi uang, sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah saya rencanakan sebelumnya. Yaitu sebesar Rp50 ribu per hari untuk “Alfamart” dan Rp1,5 juta per bulan untuk “Otak”. Dengan metode seperti ini, saya menjadi konsisten dalam menabung. Sekaligus merasa malu apabila impian yang saya tulis sendiri, kemudian saya ingkari hanya karena malas menabung.
Cara unik yang saya lakukan hanyalah salah satunya. Bagi kalian yang masih malas menabung, MoneySmart memiliki beberapa tips cara menabung unik yang bisa membuat kegiatan menabung kalian menjadi tambah asyik. Mari simak videonya di bawah ini.

Secepat Mungkin Buat Pos Dana Darurat

Ketika pertama kali bekerja, segera buatlah pos darurat. Dana di pos ini bertujuan untuk berjaga-jaga. Supaya kalian tidak pusing dan minta bantuan orangtua saat terjadi hal-hal mendesak di luar dugaan, yang berpotensi menguras uang kalian.
Misalnya ketika motor rusak, sakit mendadak, atau tarif kosan yang tiba-tiba meningkat. Semua kondisi tadi mengharuskan kalian untuk mengeluarkan dana di luar bujet yang telah direncanakan. Nah, dana di pos darurat bisa kalian gunakan bila terjadi hal-hal semacam ini.
Bagi saya, cara paling aman untuk membuat pos ini adalah dengan membuka tabungan rencana di bank. Mengapa? Karena dana di tabungan gaji kalian akan dipindahkan secara otomatis (auto-debit) ke rekening tabungan rencana, tepat pada saat tanggal gajian. Dengan demikian, gaji yang tersisa sudah bersih dan siap untuk dialokasikan untuk mendanai kebutuhan lainnya.

Jumlah tabungan dana darurat bisa kalian sesuaikan dengan kemampuan. Akan tetapi, sebisa mungkin alokasikan minimal 10% dari pendapatan kalian untuk dana darurat ini.
Ingat, kalian juga harus memilih instrumen yang tepat untuk dana darurat. Sebagaimana dikutip dari sebuah artikel di MoneySmart, dana darurat haruslah memenuhi tiga prinsip, yakni Aman, Likuid, dan Mudah Diakses (ALM).
Oleh karena itu, selain tabungan rencana, beberapa instrumen dapat kalian manfaatkan untuk menyimpan dana darurat, yakni deposito, emas, dan reksadana pasar uang. Artikel selengkapnya dapat kalian baca di sini.

Sisihkan Dana Untuk Berinvestasi

Usia muda merupakan saat yang paling tepat untuk berinvestasi. Terlebih bagi kalian yang baru saja diterima kerja. Mumpung masih semangat-semangatnya bekerja, maka pendapatan yang kalian hasilkan akan terasa sangat sia-sia bila tidak segara diinvestasikan. Investasi sendiri berguna untuk memupuk kebiasaan dan menjamin kesejahteraan saat hari tua kelak.
MoneySmart dalam sebuah artikelnya menjelaskan ada 4 jenis instrumen investasi yang perlu kalian miliki sebelum berusia 30 tahun. Semuanya relatif mudah diakses dan terjangkau bagi generasi milenial yang baru saja bekerja.



Pertama, emas batangan. Ada alasan mengapa instrumen yang satu ini selalu diminati dari dahulu hingga sekarang. Emas merupakan salah satu logam mulia yang nilainya stabil dan tidak tergerus inflasi. Oleh karena itu, emas sangat cocok dijadikan instrumen investasi.
Tidak seperti dulu, investasi emas kini sangat mudah dan murah. Mulai dari Rp10 ribu saja, kalian sudah bisa membuka tabungan emas di Pegadaian. Pastikan emas yang kalian beli memiliki sertifikat Antam, karena harga jual kembalinya relatif lebih tinggi dibandingkan emas bersertifikat lainnya.



Kedua, reksadana. Bagi kalian yang tidak mau terlalu pusing dalam memilih instrumen investasi yang menguntungkan, maka reksadana patut menjadi pilihan. Mengapa? Karena selain murah (mulai dari Rp100 ribu), dana yang kalian tempatkan akan dikelola oleh manajer investasi yang sudah ahli. Return yang kalian dapatkan juga menggiurkan, karena biasanya melebihi rate suku bunga deposito.
Ketiga, saham. Patut dicatat, jenis investasi ini berisiko tinggi. Oleh karena itu, return yang didapatkan juga biasanya lebih tinggi ketimbang emas dan reksadana.
Selain berisiko tinggi, investasi saham juga membutuhkan keahlian. Oleh karena itu, sebaiknya kalian belajar terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk berinvestasi saham. Caranya, alokasikan sebagian kecil (maksimal 5%) dana kalian untuk belajar. Jika sudah mengerti dan paham, barulah kalian bisa menambahnya secara bertahap.
Terakhir, properti. Meski membutuhkan modal yang tidak sedikit, properti merupakan instrumen investasi yang dari zaman dahulu dipercaya sangat menguntungkan. Karena harga tanah cenderung naik setiap tahunnya.
Nah, bagi kalian yang belum cukup modal untuk membeli properti, kalian bisa memilikinya secara patungan. Metode ini dikenal dengan nama crowdfunding. Sudah banyak perusahaan tekfin yang bergerak di sektor ini, seperti Provesty, NaPro, dan Ethis. Dengan metode crowdfunding, kalian bisa urun rembug mendanai pembangunan proyek atau refinancing properti dengan modal yang relatif terjangkau.

Kesimpulan dan Penutup

Tak bisa dipungkiri masa-masa pertama kali bekerja kadang kala memang menyulitkan. Sebab, saat itulah kita mengalami masa transisi dari remaja menuju dewasa. Dari semula diayomi menjadi mandiri. Dari semula diongkosi, sekarang harus mengatur uang sendiri.
Namun demikian, seorang bijak pernah menyampaikan satu pesan. Kekayaan seseorang bukanlah diukur dari seberapa besar penghasilan yang didapatkan, melainkan dari seberapa besar pengeluaran yang mampu ditekan.
Oleh karena itu, mari terapkan kiat #CerdasDenganUangmu agar kalian menjadi orang yang benar-benar kaya. Bukan orang yang sekadar terlihat kaya dan hanya merepotkan orangtua saja.
***
Artikel ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog MoneySmart 2018 #CerdasDenganUangmu



Sumber Referensi:
No.
Judul/Perihal
Sumber/Tautan
1.
Bikin Tambah Kaya, Ini Cara Jalani Hidup Sederhana ala Miliarder Dunia
https://www.moneysmart.id/cara-hidup-sederhana-ala-miliarder-dunia-pantes-tambah-kaya/
2.
4 Cara Menabung Kreatif Gampang Banget Lho
https://www.youtube.com/watch?v=uAD-cU9lV4w
3.
Biar Hidup Tenang dan Bahagia! Simpan Dana Darurat Kamu dengan Cara Ini
https://www.moneysmart.id/dana-darurat-itu-penting-simpan-di-4-tempat-ini/
4.
Sebelum 30 Tahun! Miliki 4 Jenis Investasi Ini Kalau Pengin Hidupmu Makmur
https://www.moneysmart.id/sebelum-30-tahun-miliki-4-jenis-investasi-ini-kalau-pengin-hidupmu-makmur/


Pentingkah Mengonsumsi Cabai?


Cabai. Seakan tak ada habisnya tatkala menyoal tanaman perdu yang satu ini. Meskipun rasanya pedas membara, cabai tetaplah disuka. Saat hidangan sudah tersaji, ia selalu saja dicari-cari. Bahkan ketika harganya membumbung tinggi, sayuran yang satu ini masih saja dibeli. Benar, tidak?
Padahal, jika kita membaca data, harga bahan baku sambal tersebut sebenarnya mirip-mirip dengan roller coaster. Bila kemarin masih terjangkau, besok-besok sudah melambung tinggi. Eh, tak disangka-sangka, bulan depan kembali melorot tajam. Jika dijajarkan dalam bentuk grafik, maka hasilnya akan seperti di bawah ini.
Sayangnya, bila harga cabai naik, ternyata harga barang dan jasa lainnya juga ikut-ikutan naik. Kondisi ini kemudian kita kenal dengan istilah inflasi.
Sederhananya begini. Jikalau harga cabai naik, maka harga makanan yang mengandung cabai juga akan semakin mahal. Mulai dari gorengan, nasi bungkus, siomay, hingga pecel ayam. Nah, saat semua harga pangan meroket, maka ongkos produksi barang nonpangan juga ikut-ikutan terkerek.
Analogi tadi sesungguhnya benar dan tak terbantahkan. Karena BPS mencatat, komoditas penyumbang inflasi tertinggi pada bulan Oktober 2018 adalah cabai merah. Bahkan, andil cabai mengalahkan beras, yang notabene adalah bahan makanan pokok.

Budaya Makan Cabai Mengalahkan Hukum Ekonomi

Sebentar. Bukankah hukum ekonomi mengatakan hal sebaliknya? Jikalau harga naik, maka pembeli akan mencari barang penggantinya? Merica, misalnya. Terlebih, cabai bukanlah makanan pokok. Pedasnya hanya untuk menambah kenikmatan sajian, bukan menuntaskan lapar.
“Tidak semudah itu, Ferguso,” mungkin demikian generasi milenial mengamsalkan.
Bagi penduduk Indonesia, menepikan cabai bukanlah perkara sederhana. Di Manado, misalnya. Tiga tahun bermukim di sana membuat saya sedikit mengerti mengapa cabai bisa mematahkan hukum ekonomi.
Suku Minahasa memang gemar sekali mengonsumsi rica—sebutan lokal untuk cabai. Tiada hari tanpa makan rica. Apa pun santapannya, dabu-dabu dan sambal roa harus tersedia di meja. Mulai dari ikan bakar, tinutuan, nasi kuning, hingga pisang goreng sekali pun, semua dilahapnya dengan cocolan sambal.
Tunggu dulu. Mungkin kita tak perlu jauh-jauh pergi ke Sulawesi Utara. Sebab, daerah lainnya sama saja. Bila tak percaya, mampirlah ke Restoran Padang yang setiap menunya mengandung olahan cabai. Mulai dari rendang, dendeng balado, sampai ayam gulai.
Sambal matah yang sekarang sedang hits itu juga asalnya dari Bali. Bahkan, Abang-abang pecel lele, mie ayam, atau ketoprak yang kerap mangkal di pinggir jalan juga selalu menanyakan hal yang sama saat kita memesan, “Pakai sambal, ga?”
Kebiasaan yang telah mendarah daging inilah yang membuat cabai selalu menjadi primadona. Kita kemudian menyebutnya dengan budaya.

Tantangan Budidaya Cabai

Meski tak pernah sepi permintaan, bukan berarti budidaya cabai nihil tantangan. Menjaga stok cabai tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa faktor yang sering kali memicu terjadinya kelangkaan “si merah” di pasaran.
Pertama, cabai memiliki sifat perishable atau mudah busuk. Layaknya produk pertanian lainnya, cabai harus dikonsumsi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama sejak dipanen. Dengan teknik pengeringan sekali pun, normalnya cabai hanya mampu bertahan selama satu bulan.
Kedua, serangan hama dan virus. Dilansir dari Sipindo, ada tiga musuh utama bagi petani cabai, yakni kutu kebul, patek, dan virus kuning. Kombinasi ketiganya sangat merugikan, karena bukan hanya menyerang tanaman cabai, tetapi juga tanaman lain di sekitarnya.
Ketiga, faktor cuaca. Pasokan air dan sinar matahari yang cukup, sangat krusial bagi kesuksesan budidaya cabai. Pada musim hujan, biasanya pasokan cabai menukik tajam, karena lebih cepat busuk dan rawan terserang hama. Kondisi inilah yang membuat petani cabai merugi dan harga cabai melambung tinggi.
Terakhir, keterbatasan lahan. Dalam laporan bertajuk Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan Semusim Indonesia 2017, BPS mencatat luas area panen cabai cenderung stagnan. Padahal, cabai tak pernah sepi peminat. Semakin sempitnya lahan tanam, menyebabkan produksi cabai juga tertahan.

Menilik Manfaat Cabai
Sekarang, mari kita berandai-andai. Anggap saja kita mampu menahan nafsu memakan sambal. Dengan sekian banyak tantangan yang mesti dihadapi, apakah sudah saatnya kita meninggalkan cabai?
Nanti dulu, jangan buru-buru. Sebelum menjawab pertanyaan tadi, mari kita tilik manfaat cabai satu per satu.
Di balik rasa pedasnya, ternyata cabai memiliki kandungan gizi yang sangat kaya. Beberapa di antaranya baik bagi kesehatan tubuh, yakni vitamin A, B6, C, E, K, serta zat besi, kalium, fosfor, dan energi. Oleh karena itu, tak heran apabila cabai berkhasiat untuk mencegah sembilan serangan penyakit berbahaya.
Pertama, menjaga kesehatan jantung. Cabai dapat membuka dan memperlancar aliran darah di dalam arteri jantung, sehingga mencegah terjadinya risiko serangan jantung.
Kedua, menangkal stroke. Cabai memiliki kemampuan untuk membuang kolesterol jahat dari dalam tubuh. Aliran darah di dalam tubuh akan lancar, sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke.
Ketiga, mencegah kanker. Zat capcaisin yang dikandung dalam cabai dapat menghambat perkembangan sel kanker. Oleh karenanya, cabai dapat membantu mencegah terjadinya kanker, terutama kanker paru-paru dan pankreas.
Keempat, meredakan sakit kepala. Ketika makan pedas, sering kali kita berkeringat. Nah, kondisi inilah yang bisa meredakan sakit kepala, karena rasa pedas dapat memicu otak untuk menghilangkan rasa nyeri di kepala.
Kelima, melancarkan pencernaan. Cabai dapat menstimulasi sistem pencernaan agar memproduksi enzim dan asam lambung. Sehingga, proses asimiliasi dan eliminasi makanan di dalam tubuh akan semakin lancar.
Keenam, zat anti inflamasi. Cabai merupakan obat herbal anti inflamasi yang baik bagi penderita penyakit gula darah, arthritis, psoriasis, dan kerusakan syaraf.
Ketujuh, melawan jamur. Kandungan zat capcaisin yang dimiliki oleh cabai, diketahui dapat membantu mengurangi jamur pada kulit. Oleh karena itu, cabai sangat baik dikonsumsi bagi penderita penyakit gatal-gatal kulit.
Kedelapan, menurunkan berat badan. Keringat yang kita keluarkan tatkala mengonsumsi makanan pedas, ternyata mengandung lemak. Ini berkat zat capcaisin yang bertugas membakar lemak dari dalam tubuh. Alhasil, berat badan tubuh akan berkurang.
Terakhir, mempercepat pertumbuhan rambut. Kebotakan salah satunya ditimbulkan akibat sirkulasi udara yang kurang baik di kulit kepala. Dengan mengonsumsi cabai, maka sirkulasi udara di kulit kepala menjadi lancar, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan rambut dan mencegah terjadinya kebotakan.
Bukan hanya bermanfaat untuk kesehatan, cabai juga memiliki andil yang cukup besar dalam perekonomian. Seperti dilansir BPS, nilai ekspor cabai sepanjang tahun 2017 mencapai 630,29 ribu Dollar AS. Jumlah tersebut meningkat 6,24 persen dibandingkan dengan tahun 2016, yang tercatat sebesar 593,26 ribu Dollar AS.
Membaca data di atas, tentu kita merasa berbesar diri. Cabai lokal bukan hanya sanggup memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, tetapi juga menjadi komoditi kebanggaan bangsa yang mampu menghasilkan pundi-pundi devisa.
Tidak berhenti sampai di sana, produk olahan cabai juga menjadi warisan budaya. Untuk yang satu ini, kita patut berbangga. Karena hingga detik ini, kita telah memiliki lebih dari 322 jenis sambal tradisional yang tersebar di seluruh Nusantara. Tidak ada satu pun olahan bahan pangan di dunia ini yang memiliki varian sebanyak cabai. Hebat, kan?
Sekarang, mari kita kembali ke pertanyaan semula. Jika baik untuk kesehatan, dahsyat untuk perekonomian, dan menjadi produk yang paling membanggakan, sudikah kita meninggalkan cabai sebagai bahan pangan?

Kisah Inspiratif Atasi Masalah Cabai

Setiap masalah pasti ada solusi. Begitu pula dengan permasalahan cabai yang mendera dua sisi, baik pembeli maupun petani. Oleh karena itu, ada baiknya kita tengok kisah inspiratif dari seorang wanita bernama Mahariah.
Ibu rumah tangga yang juga berprofesi sebagai pegiat lingkungan ini, bermukim di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Tinggal di daerah lepas pantai sering kali membuatnya kesulitan dalam memperoleh buah dan sayuran, termasuk cabai.
Jikalau ada, harganya pun terbilang luar biasa. Ongkos angkutlah yang menjadi kausanya. Sebab, para pedagang harus mendatangkannya langsung dari Jakarta. Melawan deru ombak selama 3 jam, hanya dengan menggunakan perahu kayu sederhana.
Kondisi demikian tidak membuat Mahariah kehilangan akal. Bersama ibu-ibu lainnya yang tergabung dalam komunitas Rumah Hijau, mereka kemudian menginisiasi gerakan menanam buah dan sayuran dengan metode hidroponik di pekarangan rumah sejak tahun 2015.
Bukan hanya cabai, berbagai jenis buah dan sayuran lainnya juga ditanam secara hidroponik. Beberapa di antaranya adalah pakcoy, kangkung, terong, jeruk, kelengkeng, dan lengkuas.
Mahariah berharap, gerakan ini dapat menjadikan warga di Pulau Seribu bisa memenuhi kebutuhan gizi sayur dan buahnya secara mandiri. Tidak lagi bergantung pada suplai dari Jakarta yang kerap membebani ongkos belanja.
Hingga saat ini, metode tanam hidropronik yang dimotori oleh Rumah Hijau sudah diikuti oleh lebih dari 40 kepala keluarga. Tidak hanya dari Pulau Pramuka saja, tetapi juga pulau-pulau di sekitarnya.

Cap Panah Merah Membawa Banyak Berkah

Bila kisah Mahariah dapat memecahkan masalah cabai dari sisi pembeli, maka kita pun harus memiliki solusi untuk para petani. Untuk menjaga kontinuitas produksi cabai, setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan.
Pertama, penggunaan benih unggul. Mengingat cabai merupakan tanaman yang rentan terserang hama dan virus, maka benih unggul haruslah menjadi modal utama bagi petani cabai.
Oleh karena itu, petani dapat memilih benih cabai keriting hibrida varietas LABA F1 yang diproduksi oleh Cap Panah Merah. Benih jenis ini tahan terhadap serangan jamur dan bakteri penyebab penyakit. Di antaranya adalah jamur Phytopthora capsici penyebab busuk akar dan bakteri Ralstonia solanacearum penyebab layu bakteri.
Penyakit layu pada tanaman cabai sendiri, dikenal sebagai momok paling menakutkan di kalangan petani. Sebab, tingkat kematian tanaman cabai akibat jenis penyakit ini sangat tinggi, yakni mencapai 70 persen.
Selain memiliki daya tahan yang tinggi terhadap serangan penyakit, keunggulan benih LABA F1 buatan Cap Panah Merah lainnya adalah tahan terhadap cuaca kering. Meski ditanam pada musim panas berkepanjangan, tanaman cabai masih mampu berproduksi secara optimal.
Selain benih cabai kering varietas LABA F1, produk dagang milik PT East West Seed Indonesia (Ewindo) ini juga menyediakan 23 jenis benih cabai F1 berkualitas lainnya. Mulai dari LENTUR, BAJA, KRIDA, MONCER, PILAR, hingga DEWATA.
Masing-masing benih memiliki karakteristik sendiri. Sehingga memberi keleluasaan bagi para petani dalam memilih benih yang cocok, sesuai dengan waktu penanaman dan kondisi lahannya. Dengan demikian, pasokan cabai di pasaran akan tetap terjaga sepanjang waktu.
O ya, ada satu lagi. Perusahaan benih terpadu pertama di Indonesia ini juga menyediakan benih sayuran unggul lainnya. Di antaranya adalah bayam, wortel, kubis, jagung, caisim, kangkung, selada, dan lain-lain. Untuk lebih lengkapnya, kalian dapat melihat gambar di bawah ini.
Kedua, mengatasi kesenjangan informasi. Sudah menjadi stigma sejak dahulu bahwa akses petani terhadap informasi sangatlah terbatas. Baik informasi teknik budidaya yang baik, maupun informasi harga jual di pasaran.
Nah, untuk memerangi kesenjangan informasi tersebut, Ewindo telah meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Pertanian Indonesia, atau Sipindo. Berbagai informasi tentang sayur dan buah dapat diakses petani hanya dengan sentuhan jari.
Untuk meningkatkan kualitas teknik budidaya petani sayur, Sipindo memiliki tiga fitur, yakni artikel seputar pertanian, tips urban farming, dan cara bercocok tanam yang baik. Dari menu-menu tadi, para petani cabai dapat mempelajari cara menanam cabai dan mengendalikan hama. Contohnya seperti infografik cara budidaya cabai rawit di bawah ini.
Sipindo juga memiliki berbagai fitur yang dapat mengatasi kesenjangan harga jual sayuran di pasaran. Ini dapat ditemui pada menu rencana penanaman, jual beli sayuran, hingga cek harga jual sayuran di pasar.
Fitur harga jual sayuran misalnya, dapat disesuaikan dengan lokasi tanam petani. Dengan memanfaatkan fitur ini, petani dapat mengendalikan biaya produksi untuk mengoptimalkan harga jual di pasaran. Alhasil, suplai cabai terjaga, petani pun makin sejahtera.

Kesimpulan

Pedas lagi nikmat. Seperti rasanya, begitulah dua sisi kondisi cabai di Indonesia. Pedas, sebab bila salah takar, cabai bisa membuat petani terjepit rugi dan konsumen menjerit karena harga melambung tinggi.
Sebaliknya bila takarannya pas, cabai bisa membawa banyak kenikmatan. Tidak hanya baik bagi kesehatan, akan tetapi juga mampu menggerakkan roda pekonomian dan melestarikan warisan budaya kuliner lokal.
Namun sepedas-pedasnya rasa cabai, kita harus tetap optimis. Kisah Mahariah sebagai konsumen cerdas dan upaya Ewindo dalam memajukan petani, dapat dijadikan contoh bagi kita untuk memadamkan pedasnya cabai.
Karena biar bagaimana pun, bukankah kita tetap rindu akan cabai rawit saat menggigit gorengan? Bukankah kita tetap mencari sesendok sambal saat memesan mie ayam? Dan, bukankah kita juga masih ingin mencocol saus tatkala menyantap ayam goreng di restoran?
Lantas, apa jawaban saya untuk judul artikel ini? Tanpa ragu saya pasti menjawab: mengonsumsi cabai sangatlah penting untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Jadi, yuk kita makan cabai ramai-ramai!
***
Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog “Berbagi Informasi Nutrisi (BION)” yang diselenggarakan oleh Cap Panah Merah.

Sumber Referensi:
No.
Judul/Perihal
Sumber/Tautan
1.
Wow, Ternyata Ada 322 Jenis Sambal di Indonesia
https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kuliner/1034315-wow-ternyata-ada-322-jenis-sambal-di-indonesia
2.
Analisis Perkembangan Harga Bahan Pangan Pokok di Pasar Domestik dan Internasional edisi Oktober 2018
http://bppp.kemendag.go.id/analisis_perkembangan_harga
3.
Statistik Tanaman Sayuran dan Buahbuahan Semusim Indonesia 2017
https://www.bps.go.id/publication/2018/10/05/bbd90b867a6ee372e7f51c43/statistik-tanaman-sayuran-dan-buah---buahan-semusim-indonesia-2017.html
4.
Kandungan Gizi dan Manfaat Cabai (Cabe)
http://informasitips.com/kandungan-gizi-dan-manfaat-cabai-cabe
5.
Di Balik Pedasnya Cabai Rawit
Artikel dari Aplikasi Sipindo
6.
Cap Panah Merah Luncurkan Varietas Cabai Tahan Kekeringan
http://www.panahmerah.id/news/cap-panah-merah-luncurkan-varietas-cabai-tahan-kekeringan