Beranda

Navigation Menu

Perlunya Pendidikan Karakter Untuk Selamatkan Masa Depan Bangsa

“Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.” Di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi daya kekuatan.

Semboyan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara | Sumber Ilustrasi : www.pantun123.com

Sebuah gagasan yang timbul dari pemikiran tajam dan sarat pengalaman seorang Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara, saat mendirikan Peguruan Taman Siswa di tahun 1922. Sejarah mencatatkan bahwa Perguruan Taman Siswa menjadi salah satu elemen penting pergerakan kemerdekaan Indonesia, khususnya melalui dunia pendidikan. Gagasan tersebut kemudian dikenal secara luas dan menjadi semboyan yang memberikan arti penting bagi pengajar dalam dunia pendidikan di tanah air.

Semboyan tersebut menjadi pondasi penting bagi sikap guru dalam mendidik muridnya. Selain memberikan ilmu yang bermanfaat bagi murid, seorang guru wajib memberi contoh positif, menyemangati, dan mendukung murid agar memiliki nilai dan karakter utama bangsa yang diperlukan dalam kehidupannya, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Nilai dan karakter tersebut tidak mungkin dapat tertanam secara utuh pada diri seorang murid apabila guru tidak memiliki nilai dan karakter yang sama.

Seakan tidak pernah habis ditelan zaman, apa yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara pada sembilan puluh lima tahun yang lalu, ternyata masih dibutuhkan dalam dunia pendidikan di Indonesia, khususnya dewasa ini. Efek globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan alur informasi masuk dengan deras, baik informasi positif maupun informasi negatif. Celakanya, sepertinya secara naluriah otak manusia akan lebih tertarik untuk membaca informasi negatif dibandingkan dengan informasi positif. Sebagai contoh sederhana, berita ricuhnya rapat paripurna DPD-RI di Jakarta lebih digemari oleh masyarakat dibandingkan dengan berita membaiknya outlook sovereign credit rating Indonesia dari stable menjadi positive yang diberikan oleh Rating and Investment Information, Inc. (R&I), salah satu lembaga pemeringkat rating investasi kelas dunia.

Berbagai studi ilmiah telah membuktikan bahwa informasi negatif akan melekat lebih kuat dalam memori seseorang dibandingkan dengan informasi positif (Ito et al, 1998). Penelitian Merrel (2012) juga menyimpulkan bahwa informasi negatif dapat memberikan efek negatif jangka panjang bagi psikologis seseorang.

Kurangnya kemampuan dalam menyaring informasi akan sangat berbahaya bagi perkembangan berpikir dan kehidupan anak-anak. Berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah kasus di bidang pendidikan yang menimpa anak-anak Indonesia pada tahun 2015 meningkat sebesar 16.7% (yoy), dari semula 461 kasus menjadi 538 kasus. Sebagian besar kasus ini berupa bullying yang ironisnya terjadi di sekolah. Belum lagi jika ditambahkan dengan data kasus narkoba dan pornografi pada anak yang juga meningkat setiap tahunnya. Tidak jarang kita dengar di media bahwa kasus narkoba maupun pornografi kini telah banyak merambah ke sekolah-sekolah, bahkan hingga ke tingkat SMP.

Kegagalan dalam mendidik murid akan mengancam masa depan bangsa ini. Berbagai dampak negatif akan ditimbulkan dari kondisi tersebut, mulai dari hilangnya minat murid dalam belajar dan berprestasi, meningkatnya probabilitas putus sekolah dan bunuh diri, serta yang paling utama adalah hilangnya nilai dan karakter utama bangsa yang telah ditanamkan sejak dahulu oleh para pahlawan nasional, termasuk Ki Hadjar Dewantara.

Lima Nilai dan Karakter Utama Bangsa Indonesia
Sebagaimana telah disinggung di awal, ada lima nilai dan karakter utama yang perlu ditanamkan kepada generasi muda penerus bangsa sejak dini. Karakter pertama adalah religius. Karakter ini merupakan yang terpenting dalam membentuk generasi muda. Setiap agama mengajarkan penganutnya untuk senantiasa takut akan Tuhan. Dengan sikap takut akan Tuhan, maka seseorang akan berbuat baik kepada diri sendiri, keluarga, dan sesamanya, saling membantu dan tenggang rasa, serta menghormati pemeluk agama lainnya. Ilmu yang tidak dibarengi dengan karakter religius akan sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa ini.

Karakter kedua adalah nasionalis. Cerminan seorang nasionalis tentu bisa kita temukan dari kisah para pahlawan dalam merebut kemerdekaan. Namun demikian, dengan berbagai keterbukaan di era globalisasi teknologi, tantangan menanamkan karakter nasionalis pada generasi muda semakin berat. Proklamator dan Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, pernah berkata, “Tugasku lebih ringan karena melawan penjajah. Tugas kalian lebih berat karena menghadapi bangsa sendiri.” Pendidikan karakter nasionalis pada generasi muda sangat diperlukan demi menciptakan masa depan yang senantiasa mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Karakter selanjutnya adalah mandiri. Sejak dahulu, bangsa ini telah dianugerahi kekayaan alam dan sumber daya yang berlimpah. Namun ada satu kekurangan mendasar pada bangsa ini yang menyebabkan kekayaan alam tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, yaitu kurangnya jiwa kemandirian. Karakter mandiri dapat diartikan percaya kepada kemampuan diri sendiri dalam menggapai prestasi dan cita-cita. Karakter ini sangat diperlukan guna menghindari beberapa sifat negatif yang menjadi stigma generasi milenial saat ini, antara lain berpangku tangan, pamrih, dan ingin mendapatkan prestasi yang serba instan tanpa berusaha. Dalam tatanan yang lebih luas, penanaman karakter mandiri akan mewujudkan kemandirian bangsa baik secara ekonomi, teknologi, kreativitas, maupun prestasi.

Karakter keempat adalah gotong royong, sebuah karakter yang secara perlahan mulai terkikis karena euforia demokrasi. Nilai positif demokrasi yang mengedepankan perbedaan pendapat dalam mencari solusi terbaik, seringkali disalahartikan. Perbedaan pendapat terkadang menjadi konten utama dari pemberitaan, dibandingkan dengan solusi yang dimunculkan atas perbedaan pendapat itu sendiri. Hal ini akan menggiring masyarakat menjadi terkotak-kotak, dan berkebalikan dengan nilai karakter gotong royong. Oleh karena itu, pendidikan karakter gotong royong menjadi sebuah keharusan dalam mendidik masa depan bangsa ini.

Karakter terakhir adalah integritas. Karakter ini sangat perlu ditanamkan sejak dini kepada generasi muda. Karakter integritas akan menyembuhkan salah satu penyakit bawaan kolonial Belanda yang tumbuh subur hingga sekarang, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Peran Pendidikan dalam Merevolusi Karakter Bangsa
Mencermati berbagai kondisi tersebut, peran pendidikan dalam merevolusi karakter bangsa harus menjadi prioritas utama negeri ini. Seperti yang pernah diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, mengembalikan peran guru sebagai contoh teladan bagi muridnya menjadi sebuah tantangan yang sangat berat, khususnya dewasa ini. Menanamkan kembali lima nilai dan karakter utama bangsa pada generasi milenial bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan upaya terus menerus untuk mengubah suatu kebiasaan hingga akhirnya terbentuk menjadi sebuah karakter dalam diri seorang murid.

Ada beberapa langkah dalam menerapkan pendidikan karakter di Indonesia. Pertama, sebagai pendidik, kualitas dan kapabilitas seorang guru harus ditingkatkan. Kesenjangan kualitas pendidikan antara Indonesia bagian barat dan timur harus dipersempit. Sebagai pendidik, seorang guru harus mencerminkan nilai dan karakter utama bangsa dalam setiap tindakannya agar dapat ditularkan kepada muridnya dengan sempurna. Kedua, pendidikan karakter harus menjadi sebuah kurikulum dalam setiap tingkatan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan usia dini. Ketiga, pendidikan karakter harus melibatkan setiap unsur pendidikan, tidak hanya guru, namun juga kepala sekolah, lingkungan sekolah, hingga orang tua. Dan yang terakhir adalah upaya pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan guna penyempurnaan di masa yang akan datang.

Tidak hanya mengajar, seorang guru juga memberikan contoh positif bagi muridnya | Sumber Ilustrasi : www.astrowani.com

Pencanangan pendidikan karakter telah menjadi program prioritas pemerintah, yang dalam hal ini menjadi ranah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Program merevolusi karakter bangsa dilakukan dengan menghadirkan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di setiap sekolah, baik negeri maupun swasta. Sampai dengan akhir tahun 2016 PPK telah diimplementasikan di 542 sekolah di seluruh Indonesia. Seluruh sekolah di Indonesia ditargetkan untuk menerapkan PPK pada akhir tahun 2020.

Dalam konsep PPK, peran pendidikan vokasi diutamakan sebagai langkah strategis peningkatan produktivitas dan daya saing bangsa. PPK akan menggeser peran dari masing-masing elemen pendidikan. Kepala sekolah akan berperan sebagai teladan dan kepemimpinan di dalam sekolah, sedangkan guru akan berperan sebagai inspirator bagi murid. Selain itu, program PPK mendorong partisipasi orang tua dan masyarakat untuk terlibat aktif dalam penguatan pendidikan karakter di sekolah.

Pada akhirnya, rasanya kita sepakat bahwa pendidikan karakter telah menjadi kebutuhan dasar untuk menyelamatkan masa depan bangsa ini. Seperti buah pikiran Ki Hadjar Dewantara lainnya, “Dengan ilmu kita menuju kemuliaan.” Semoga bangsa ini dapat menuju kemuliaan sejati dengan pendidikan karakter. Perubahan itu memang susah, tetapi bukan berarti tidak usah.

Referensi :
Ito, Tiffani A. et al. 1998. Negative Information Weights More Heavily on The Brain : The Negativity Bias in Evaluative Categorization. Journal of Personality and Social Pscychology Vol.75 No.4. American Phsychological Association, Inc.

Merrel, Woodson. 2012. The Long Lasting Effects of Negative Information. [online], (https://www.psychologytoday.com/blog/the-source-healing/201202/the-long-lasting-effects-negative-information, diakses tanggal 17 April 2017)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 2016. Data Kasus Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak, 2011-2016. [online], (http://bankdata.kpai.go.id/tabulasi-data/data-kasus-per-tahun/data-kasus-berdasarkan-klaster-perlindungan-anak-2011-2016, diakses tanggal 17 April 2017)

Tribunnews.com. 2016. Tahun 2017, Mendikbud Genjot Penguatan Pendidikan Karakter. [online], (http://www.tribunnews.com/nasional/2016/12/30/tahun-2017-mendikbud-genjot-penguatan-pendidikan-karakter, diakses tanggal 17 April 2017)

1 comment:

  1. Mantep... Saat ini sdh waktunya kita bangun kembali karakter memberi contoh, memberi semangat dan berjuang bersama dengan kekuatan yg ada secara konsisten dan berkesinambungan.

    ReplyDelete